Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Sebut Penetapan Tersangka Eddy Hiariej Oleh KPK Tak Sesuai Aturan

Kompas.com - 22/01/2024, 19:48 WIB
Irfan Kamil,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menilai, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.

Koordinator Tim Advokasi Eddy Hiariej, Muhammad Luthfie Hakim mengatakan, penetapan kliennya dilakukan tidak secara kolektif kolegial oleh lima pimpinan KPK.

Sebab, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) tertanggal 24 November 2023 dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang memuat nama Eddy Hiariej sebagai tersangka pada 27 November 2023.

Sementara, Pimpinan KPK saat itu, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 22 November 2023 dan diberhentikan sementara oleh Presiden Joko Widodo pada 24 November 2023.

“Oleh karena itu, maka dalam kurun waktu tanggal 24 November 2023 sampai dengan tanggal 27 November 2023 pimpinan KPK hanya berjumlah empat orang. Bahkan hingga permohonan a quo diajukan, jumlah pimpinan KPK masih tetap berjumlah empat orang” kata Luthfie dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).

Baca juga: Pengacara Tuding KPK Tak Cukup Bukti Tetapkan Terduga Penyuap Eks Wamenkumham Tersangka

Dalam permohonannya, kubu Eddy Hiariej menyinggung pasal 21 Ayat (5) Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 yang berbunyi “setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh Pimpinan KPK”.

Selain itu, pada Pasal 46 UU KPK juga disebutkan penetapan tersangka oleh lembaga antirasuah harus diputuskan secara kolektif kolegial.

“Bahwa berdasarkan tanggal dikeluarkannya/diterbitkannya surat perintah penyidikan atas diri pemohon oleh termohon maka surat perintah penyidikan diterbitkan/dikeluarkan pada saat adanya kekosongan Ketua KPK dan anggota yang berjumlah hanya empat orang,” papar Luthfie.

“Maka pengambilan keputusan atau penetapan pemohon menjadi tersangka oleh pimpinan termohon yang hanya berjumlah empiat orang, dengan demikian tdak sesuai dengan aturan dasarnya dan bertentangan dengan ketentuan di dalam Pasal 21 Ayat (1) UU KPK. Oleh karenanya, penetapan dimaksud adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,” imbuhnya.

Baca juga: Diperiksa Keempat Kali sebagai Tersangka, Firli Dicecar 13 Pertanyaan

Dalam kasus ini, Eddy Hiariej diduga menrima suap dan gratifikasi dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hernawan.

KPK menduga Helmut memberikan suap dan gratifikasi RP 8 miliar kepada Eddy Hiariej melalui dua anak buahnya.

Mereka adalah asisten pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana dan mantna mahasiswa Eddy yang kini menjadi pengacara, Yosi Andika Mulyadi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, sebagian uang diserahkan Helmut kepada Eddy sebagai biaya fee jasa konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum (AHU).

Adapun Helmut tengah menghadapi sengketa di internal perusahaan.

"Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut Hermawan pada Eddy sejumlah sekitar Rp 4 miliar," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2023).

Lalu, Rp 1 miliar lagi untuk keperluan pribadi Eddy, dan Rp 3 miliar lain setelah Eddy menjanjikan bisa menghentikan kasus hukum yang membelit Helmut di Bareskrim Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com