Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Said Sarankan Politisi untuk Pertimbangkan Realitas Dinamika Sosial dalam Pemilu, Ini 3 Alasannya

Kompas.com - 16/01/2024, 11:50 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Perekonomian Said Abdullah mengemukakan tiga alasan bagi para politisi untuk mempertimbangkan realitas dinamika sosial dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, terutama bagi mereka yang masih menggunakan paradigma lama.

Pertama, kata dia, masyarakat saat ini semakin mudah mendapatkan akses informasi dan komunikasi, sehingga setiap tindakan penyalahgunaan kekuasaan, sekecil apapun, dapat dengan mudah dan cepat diketahui oleh rakyat di seluruh negeri.

Kedua, masyarakat Indonesia saat ini secara praktis tidak lagi menjadi konsumen berita,” ujar Said dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (16/1/2024).

Ia menjelaskan bahwa masyarakat kini telah menjadi bagian dari pembuat berita, sehingga tindakan-tindakan oknum yang mencemarkan pelaksanaan pemilu dapat dengan cepat menyebar ke seluruh negeri bahkan dunia.

Baca juga: Ketua Ormas di Medan yang Ancam Bunuh Wartawan Disidang

Wartawan-wartawan amatir yang hanya bersenjatakan ponsel sederhana saat ini dapat ditemui di setiap tempat.

Untuk perbandingan, Said menjelaskan berdasarkan survei terbaru dari Google yang berjudul "Think Tech, Rise of Foldable: The Next Big Thing in Smartphone," jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta perangkat.

Angka tersebut didasarkan pada perangkat yang terhubung dengan internet melebihi jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian penduduk memiliki lebih dari satu perangkat ponsel.

“Data-data yang dirilis pada 2023 itu seharusnya menjadi perhatian bagi siapa pun yang terlibat dalam pelaksanaan Pemilu 2024,” imbuh Said.

Baca juga: Konfeksi Kaus Sablon di Bekasi Banjir Orderan Pemilu 2024, Omzet Meningkat Dua Kali Lipat

Masyarakat Indonesia, lanjut dia, sangat peka terhadap segala bentuk kontrol yang ketat, sehingga tindakan yang menunjukkan indikasi kecurangan, seperti sikap tidak netral dari berbagai institusi negara, dapat dengan cepat menjadi viral di seluruh negeri.

Said mengungkapkan, alasan ketiga adalah munculnya perspektif pemikiran baru yang lahir dari fakta sosial selama hampir 25 tahun sejak Indonesia memasuki era reformasi.

“Masyarakat tidak lagi terbelenggu dan terkungkung seperti pada era Orde Baru (Orba),” imbuhnya. 

Bahkan, lanjut Said, beberapa kalangan mencatat bahwa keberanian masyarakat saat ini luar biasa dalam menyampaikan kritik dan melakukan perlawanan terhadap berbagai pihak yang dianggap merugikan kepentingannya. Terdapat kesadaran bahwa pihak yang seharusnya netral ternyata menjadi partisan.

Baca juga: Jokowi Cawe-cawe demi Bangsa, Pengamat: Tempatkan Jadi Presiden Partisan

Harus jadi perhatian utama

Menurut Said tiga variabel tambahan tersebut harus menjadi perhatian utama, terutama bagi para politisi yang memainkan peran penting dalam pelaksanaan pemilu.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pengawas harus menjaga netralitas dan ketidaktertarikan.

“Saat ini, tidak ada ruang sama sekali untuk mencoba melakukan tindakan yang meragukan dalam proses pemilu. Masyarakat akan mengawasi dengan sangat ketat semua pihak yang mencoba mengganggu integritas pemilu,” ujar Said.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com