JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Kesehatan dan Gizi Ibu dan Anak Indonesia (GKIA) prihatin dengan adanya program bagi-bagi susu gratis. Pasalnya, kandungan gula di dalam susu UHT disebut cukup tinggi.
Dalam pernyataan terbukanya, Minggu (31/12/2023), GKIA mengatakan bahwa isu pencegahan stunting menjadi topik hangat yang melibatkan pemerintah, akademisi, media, masyarakat dan pelaku usaha sebagai kekuatan nasional yang memang perlu berkolaborasi secara sinergis.
Namun, terminologi stunting disebut tidak dipahami secara benar sehingga upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya tidak tepat, bahkan cenderung bisa menjadi masalah karena keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
"Stunting adalah kondisi terjadinya gangguan gizi kronik yang berlangsung dalam rentang 1.000 hari pertama kehidupan anak sejak dalam kandungan hingga berusia dua tahun, yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan menurut umur berada di bawah 2 SD dengan akibat: kecerdasan di kemudian hari tidak optimal dan risiko penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes, sindrom metabolik, kanker serta obesitas," tulis GKIA dalam keterangannya.
"Stunting bisa dicegah melalui pendekatan spesifik (perbaikan gizi ibu dan anak) dan pendekatan sensitif (semua kontribusi yang menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal: pola asuh, kebersihan, literasi orang tua, sarana air minum dan sanitasi, imunisasi, dan sebagainya," tulis GKIA lagi.
GKIA lantas menyinggung peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 41/2014, yang menegaskan bahwa perubahan paradigma empat sehat lima sempurna tidak lagi relevan menjadi gizi seimbang.
Dengan demikian, susu bukan faktor penyempurna gizi, apalagi menjadi kebutuhan primer di masa pertumbuhan.
Menurut GKIA, satu-satunya asupan gizi terbaik dan terlengkap di usia nol sampai bulan adalah Air Susu Ibu (ASI).
"Menyusu eksklusif menjadi pedoman nasional dan direkomendasikan WHO sebagai hak anak di enam bulan pertama kehidupannya berlanjut hingga dua tahun atau lebih, dengan makanan pendamping ASI yang memadai secara kualitas dan kuantitas sejak usia enam bulan," kata GKIA.
Oleh karena itu, GKIA merasa prihatin dengan kian maraknya isu pembagian susu di pelbagai kegiatan atau program-program yang dikaitkan dengan perbaikan gizi anak.
Baca juga: Apakah Susu Kedelai Sesehat Susu Sapi?
Berikut sejumlah kesalahan penggunaan UHT untuk mengatasi stunting dirangkum oleh GKIA.
Prevalensi gangguan pencernaan akibat intoleransi laktosa di Indonesia cukup tinggi dan meningkat sesuai pertambahan usia, yaitu sebesar 21,3 persen pada usia tiga sampai lima tahun, 57,8 persen pada usia 6-11 tahun, dan 73 persen pada usia 12- 14 tahun (Hegar, 2015).
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan mencerna laktosa dalam susu atau makanan dari produk susu, dengan gejala berupa nyeri pada perut, kembung dan diare (Perino dkk, 2009; EFSA Panel on Dietetic Products, Nutrition and Allergies, 2010).
Gangguan lain yang bisa timbul pada anak setelah mengkonsumsi susu adalah alergi susu sapi (Cow Milk Allergy/ CMA). Sebanyak 2-7 persen bayi terbukti mengalami alergi susu sapi (Host, 2002).
Munasir dan Muktiarti (2013) menemukan bahwa 23 persen pasiennya mengalami dermatitis atopi (gangguan pada kulit) setelah mengkonsumsi susu sapi.
Anak dengan alergi susu sapi bisa memiliki gejala ringan (gangguan menelan) sampai berat (diare, nyeri perut, gangguan pertumbuhan).
Baca juga: Kelompok Orang yang Tidak Boleh Minum Susu Sapi, Siapa Saja?
GKIA menyebut bahwa WHO tidak merekomendasikan penggunaan susu formula, termasuk UHT untuk anak usia di atas dua tahun.
Sejak tahun 2013, WHO telah menegaskan bahwa pemberian susu formula lanjutan tidak perlu karena kandungan gizinya tidak sesuai dengan kebutuhan anak (WHO, 2023, 2013).
Sebaliknya, agar anak tumbuh sehat, WHO menekankan pentingnya penegakan menyusui secara optimal, bukan pemberian susu formula. Yaitu dimulai dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, lalu melanjutkan pemberian ASI hingga anak berusia dua tahun atau lebih sembari memberikan makanan pendamping ASI yang bergizi alami sejak anak usia 6 bulan.
Rekomendasi WHO ini sejalan dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan dan telah diadopsi dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Rekomendasi yang sama juga diberikan oleh American Academic of Pediatrics (AAP) bahwa berdasarkan studi kandungan gizinya, kebanyakan susu formula bayi maupun susu untuk anak hingga tiga tahun memiliki kandungan dan komposisi di bawah standar dan bahkan tidak diperlukan oleh anak karena antara lain mengandung protein yang tinggi atau rendah, kandungan natrium yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi, dan pemanis tambahan (AAP, 2023).
Baca juga: Ironi Program Susu Gratis, tapi 78 Persen Susu RI Masih Impor
Studi ilmiah secara konsisten menunjukkan bahwa kandungan gula yang ada dalam susu UHT cukup tinggi.
Menurut GKIA, sebagian besar produk susu baik susu cair maupun bubuk yang beredar di pasaran Indonesia memiliki kandungan gula total yang cukup tinggi yaitu antara 3,5 gr - 11,25 gr per saji (100ml) atau 13,5 gr per saji. Banyak pula yang mengandung lima jenis gula tambahan atau pemanis.
Selain itu, jumlah kepadatan energi, lemak jenuh, dan natrium juga cukup tinggi sehingga tidak bisa disebut sebagai minuman bergizi (Pries et al., 2021).
Kadar ini melanggar rekomendasi konsumsi gula tambahan untuk anak berusia di bawah dua tahun dan melewati batas konsumsi gula untuk anak berusia di atas dua tahun yang tidak boleh melebihi enam sendok teh (25 gram) gula tambahan per hari.
Baca juga: Kondisi APBN bila Prabowo Beri Makan dan Susu Gratis
Dalam klasifikasi NOVA (klasifikasi penelitan makanan), susu UHT cair dan susu formula bayi, masuk dalam group 4 NOVA yaitu produk ultra proses.
Produk ultra proses adalah olahan industri yang seluruhnya atau sebagian besar terbuat dari bahan ekstraksi makanan (minyak, lemak, gula, pati, dan protein), berasal dari bahan makanan (lemak terhidrogenasi dan pati termodifikasi), atau diberikan penambah rasa, pewarna, dan beberapa bahan tambahan makanan yang digunakan untuk membuat rasanya sangat enak.
Menurut definisinya, susu formula adalah makanan ultra proses yang biasanya terdiri dari protein susu bubuk, minyak nabati, laktosa dan gula tambahan lainnya, zat gizi mikro, dan zat aditif (Dunford et al., 2023).
GKIA mengatakan, berbagai studi telah menunjukkan bukti bahwa konsumsi produk ultra proses yang rutin dan jangka panjang memberikan dampak buruk terhadap kesehatan jangka panjang, termasuk diabetes, obesitas, kanker, dan penyakit gangguan jantung.
Oleh karena itu, susu formula penggunaannya harus dengan resep dokter, sesuai dengan indikasi bayi atau indikasi ibu yang tidak mungkin menyusui karena alasan kesehatan.
Baca juga: Isu Susu Kental Manis Bukan Susu, Apakah Benar?
Laporan WHO 2022 menunjukkan bahwa pemasaran dan promosi produk susu komersial, termasuk susu cair dan formula untuk anak usia enam hingga 36 bulan mampu mengubah keputusan ibu untuk menyusui.
Selain itu, berbagai studi menunjukkan bahwa produsen susu komersial ini menggunakan klaim manfaat kesehatan dan kandungan gizi yang tidak disertai dengan bukti yang adekuat (Hughes et al., 2017; Kent, 2017; Belamarich et al., 2016).
Selama ini informasi tentang 'kebaikan' susu kemasan hanya dibuat oleh para produsen dan belum ada bukti di jurnal ilmiah indepenen (Przyrembel & Agostoni 2013).
Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Petunjuk Teknis (Juknis) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal pada tanggal 17 Mei 2023 dan melakukan sosialisasi nasional pada tanggal 31 Mei 2023.
Dalam juknis PMT lokal untuk pemulihan tersebut merekomendasikan makanan tambahan yang diberikan adalah makanan siap santap baik berupa makanan lengkap maupun makanan selingan/kudapan yang padat gizi dan kaya protein hewani menggunakan dua macam lauk hewani misalnya telur dan ikan, telur dan ayam atau telur dan daging untuk mendapatkan protein yang tinggi dan asam amino esensial yang lengkap.
Menurut GKIA, dalam juknis tersebut tidak menyebutkan rekomendasi pemberian susu.
Juknis tersebut juga dapat digunakan sebagai acuan dalam PMT lokal penyuluhan, kecuali dosis pemberiannya yang perlu disesuaikan untuk ibu hamil dan anak yang tidak bermasalah gizi.
Baca juga: CEK FAKTA: Gibran Sebut 76 Negara Miliki Program Makan Siang dan Susu Gratis untuk Anak
Atas pertimbangan semua hal tersebut, maka GKIA mengambil sikap:
Baca juga: Mengapa RI Sangat Bergantung Impor Susu?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.