Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sudah Terima Laporan MAKI soal Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal untuk Kampanye

Kompas.com - 22/12/2023, 12:18 WIB
Regi Pratasyah Vasudewa,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, lembaga antirasuah telah menerima laporan dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) perihal dugaan aliran dana tambang ilegal Rp 400 Miliar untuk kampanye politik.

Ali mengungkapkan, KPK akan segera menelaah dan melakukan verifikasi berkas laporan terlebih dahulu.

"Informasi yang kami peroleh, betul sudah KPK terima. Kami segera telaah dan verifikasi lebih dahulu," kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/12/2023).

Diberitakan sebelumnya, MAKI melaporkan dugaan penggunaan dana pertambangan nikel ilegal di Sulawesi Tenggara untuk kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 21 Desember 2023.

Baca juga: MAKI Laporkan Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal Rp 400 Miliar untuk Kampanye ke KPK

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, pemilik pertambangan ilegal itu merupakan tim sukses salah satu kandidat.

"Saya hari ini melaporkan dugaan penambangan ilegal yang diduga untuk dana kampanye, sebagiannya, karena pemilik utamanya menjadi salah satu tim kampanye," kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/12/2023).

"Saya mohon maaf tidak menyebut kampanye dari pasangan nomor berapa, nanti KPK yang menindaklanjuti," ujarnya melanjutkan.

Berdasarkan perhitungan MAKI, pertambangan ilegal itu menghasilkan uang sebesar Rp 3,7 triliun, di mana Rp 400 miliar di antaranya digunakan untuk kampanye.

Baca juga: Dewas KPK Bacakan Putusan Sidang Etik Firli Bahuri pada 27 Desember 2023

Boyamin pun membeberkan bahwa ada tiga modus aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Modus pertama adalah pertambangan itu tidak memiliki izin karena izin yang mereka gunakan adalah izin milik perusahaan yang sudah dinyatakan pailit.

"Jadi, ini izin 2011, 2014 pailit, tahun 2017 baru berdiri perusahaan ini. Masa kemudian seakan akan dapat izin tahun 2011, itu yang modus pertama," kata Boyamin.

Modus kedua, perusahaan tersebut tidak mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan dan tidak membayar iuran.

"Ketiga, ya biasa, dokumen terbang atau dokter. Jadi dia seakan-akan diizinkan itu, kemudian dipakai untuk menjadikan legal tambang-tambang yang ilegal itu. Mencuri lah supaya bisa keluar pakai dokumen dia," ujar Boyamin.

Baca juga: KPK Dalami Laporan PPATK soal Transaksi Janggal Dana Kampanye

Ia juga menduga ada praktik suap dan gratifikasi kepada oknum tertentu sehingga perusahaan itu bisa melakukan aktivitas tambang ilegal.

Boyamin kemudian berharap, KPK dapat menindaklanjuti laporan tersebut dan serius mengusut dugaan dana tambang ilegal yang digunakan untuk kegiatan kampanye tersebut

"Coba KPK berprestasi membongkar dana-dana ilegal yang dipakai untuk kampanye untuk melindungi kepentingan bisnis tersebut," kata Boyamin.

"Karena pemilu-pemilu sebelumnya, dua atau tiga pemilu sebelumnya kan ada isu ini, bahwa ada penggunaan dana kampanye dari kegiatan ilegal tapi itu selalu lagu yang diputar ulang yang tidak ada tindak lanjutnya," ujarnya lagi.

Baca juga: MAKI Laporkan Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal Rp 400 Miliar untuk Kampanye ke KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com