Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kisah Ibu Negara

Kompas.com - 19/12/2023, 13:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Tidak ada pria yang berhasil tanpa wanita baik di belakangnya. Istri atau ibu, jika keduanya, dia memang diberkati dua kali." - Harold MacMillan

TIDAK terbantahkan, kehadiran seorang istri pemimpin dalam panggung politik begitu besar pengaruhnya. Tidak saja bagi suami dan keluarganya, tetapi juga kepada “jalannya” politik.

Bukan lagi sekadar menjadi “konco wingking” atau teman di belakang, tetapi seorang istri presiden dan wakil presiden bisa berkontribusi kepada persoalan sosial dan isu-isu perempuan serta anak.

Penyematan “Ibu Negara” kepada istri presiden tentu dimaksudkan sebagai bentuk pengakuan kehormatan atas peran seorang istri yang mendampingi kepala negara dalam tugas-tugas kenegaraan maupun non-kenegaraan.

Kebutuhan asupan gizi dan kesehatan seorang presiden tidak semata diserahkan kepada tim dokter kepresidenan. Seorang presiden masih perlu dengan sambal yang dibuatkan istrinya atau seduhan kopi dari tangan istrinya.

Istilah Ibu Negara pertama kali dikenalkan oleh Martha Washington, istri dari Presiden Amerika Serikat Serikat George Washington era 1838.

Bahkan sempat, ponakan Presiden Amerika Serikat James Buchanan yang bernama Harriet Rebecca Lane Johnsone menyandang tugas sebagai “Ibu Negara” periode 1857 hingga 1861 mengingat Buchanan “menjomblo” sepanjang hidupnya.

Kisah menarik datang dari Azam Sadat Farahi, istri Presiden Iran periode 2005 - 2013 Mahmoud Ahmadinejad.

Selama dua periode pemerintahan suaminya, Farahi tidak sekalipun ikut “cawe-cawe” di pusaran kekuasaan negara para Mullah itu.

Farahi tidak memaksa atau mengarahkan Fatimah, Mahdi dan Alireza, tiga anak-anaknya maju menjadi wakil presiden. Bahkan tidak ada satu pun putra-putrinya menjadi wali kota atau ketua umum partai.

Sesuai dengan prinsip “keras” kesederhanaan yang dipegang suaminya, Farahi ikut memastikan ke tiga anaknya tidak menggunakan fasilitas negara seperti rumah, kendaraan bahkan listrik yang diterima ayahnya.

Anak-anak Farahi paham dengan ajaran kesederhanaan yang dipegang teguh ayahnya. Mereka pun tidak semena-mena menjadi anak presiden yang bebas membuka beragam bisnis dengan pihak lain.

Mereka sadar pasti ada maksud “lain” dari para pengusaha mendekati anak-anak presiden. Tidak ada “udang dalam rempeyek”, pasti ada modus tertentu jika seorang pengusaha, bahkan seorang menteri yang notabene menjadi pembantu presiden, mendekati anak presiden untuk diajak berbinis.

Bahkan Ahmadinejad dan Farahi menikahkan Alireza dengan seorang perempuan anak seorang tentara Garda Iran dengan biaya yang membelalakan mata, Rp 2,9 juta dengan tamu yang berjumlah 200 orang di halaman belakang Istana Kepresidenan Iran.

Pernikahan sakral itu diisi dengan pengajian dan doa bersama. Tidak ada kemeriahan musik, pelaminan megah, dan lain-lain yang disebut Ahmadinejad sebagai pemborosan.

Alih-alih menggunakan Istana Negara sebagai tempat resepsi, Ahmadinejad pun melarang polisi apalagi pasukan pengamanan presiden “mengepung” rapat halaman belakang Istana tempat pernikahan digelar.

Galib terjadi, acara pernikahan putra-putri orang nomor wahid selalu dijaga ketat aparat keamanan, bahkan bandar udara di kota pun disesaki parkir pesawat pribadi tamu presiden yang ikut hadir.

Tidak hanya pejabat, presiden dan keluarga, bahkan mengundang ratusan relawan yang dianggap berjasa menopang karier politiknya.

Ahmadinejad dan Farahi menolak bantuan kepolisian setempat untuk bersiaga selama acara berlangsung. Tidak nampak penutupan atau pengalihan arus jalan di sekitaran acara berlangsung.

Ahmadinejad mengatakan, polisi bertugas melayani seluruh masyarakat dan untuk kebutuhan penting, bukan malah jadi satpam pernikahan.

Ada yang dikenang dari Farahi, Ibu Negara ini mendampingi Presiden Ahmadinejad dalam suka maupun duka. Dia pula yang menisik jas-jas Ahmadinejad yang sobek agar masih bisa dikenakan dengan pantas oleh presiden.

Hanya saja hampir tidak pernah Farahi diajak dalam kunjungan kenegaraan yang dilakukan Ahamadinejad ke luar negeri demi menghemat pengeluaran negara.

Farahi pula yang menyediakan kurma dan bekal untuk Ahamdinejad jika berpergian. Jangan bayangkan Farahi mengenakan tas “imut” Mini Lady Dior seharga Rp 79 juta atau sandal Hermes Oasis yang dibanderol Rp 13 juta serta jaket denim dari rumah mode Fendi yang bernilai Rp 24,4 juta.

Begitu kagumnya Mahmoud Ahmadinejad dengan sosok istrinya hingga dia mau menukar dunia agar sang istrinya, Azam Sadat Farahi selalu mau tersenyum. Bukan gombal, ini benar-benar kekaguman presiden terhadap istrinya (Merdeka.com, 9 November 2012).

Belajar dari Imelda Marcos dan Tien Soeharto

Ambisi seorang presiden yang semula berjalan di rel kekuasaan yang benar, bisa terjadi di penghujung akhir kekuasaannya berubah menjadi tiran dan diktator berkat “bisikan” seorang istri.

Usai mengalahkan petahana Diosdado Macapagal di pemilihan presiden 1965, Marcos menjabat dua periode kepresidenan Filipina.

Pengaruh Imelda Marcos, istrinya yang begitu “power full” ikut mengatur urusan negara, Marcos berubah menjadi penguasa otoriter pada 1972.

Semua tatanan negara diatur sesuai selera Marcos dan Imelda. Marcos begitu digdaya hingga memimpin Filipina sampai 1986.

Sebagai Ibu Negara, Imelda memanfaatkan posisi suaminya dengan menjadi anggota parlemen (1978 – 1984), Gubernur Metropolitan Manila (1975 – 1986) hingga Menteri Pemukiman Manusia dan Ekologi (1979 – 1986).

Bukan “legacy” kemajuan di bidang kesehatan ibu dan anak yang ditinggalkan oleh Imelda, tetapi warga Filipina dan dunia internasional mengingatnya sebagai kolektor 2.700 pasang sepatu.

Saat revolusi rakyat Filipina marak terjadi akibat penembakan tokoh oposisi Benigno Aquino, Marco sekeluarga melarikan diri ke Hawai, Amerika Serikat.

Barang-barang mewah yang ditinggalkan Marcos sekeluarga begitu mencengangkan termasuk ribuan sepatu yang ditinggalkan Imelda, “Kupu-kupu Besi dari Filipina” itu.

Walau dianggap sebagai penggangsir uang negara dan meninggalkan catatan hitam dalam penindasan hak asasi manusia, Keluarga Marcos masih berjaya hingga sekarang. Anak Imelda, Bongbong Marcos kini menjadi Presiden Filipina.

Perwira Koprs Komando Angkatan Laut berbintang tiga, Ali Sadikin yang pernah ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 1966 pernah punya kisah tersendiri karena bersinggungan dengan Ibu Negara Nyonya Tien Soeharto.

Ali Sadikin yang dikenang membawa banyak kemajuan di Jakarta mulai dari proyek MHT untuk perbaikan kampung-kampung kumuh, menata kawasan Taman Ismail Marzuki, Pasar Senin, Kebun Binatang Ragunan serta mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bagi warga miskin mengungkapkan ke saya betapa kritiknya terhadap putra-putri dan istri Presiden Soeharto berimbas kepada kematian perdata terhadap dirinya.

Bang Ali – demikian warga Ibu kota memanggilnya – adalah saksi pernikahan saya di 1997. Aksi demo mahasiswa yang menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah berujung pada penangkapan dan penahanan.

Kritik Bang Ali adanya permainan proyek pemerintahan dengan memberikan komisi lewat Ibu Negara, kerap dipelesetkan sebagai “ten percent” lekat ditujukan kepada Nyonya Tien Soeharto – istri Presiden Soeharto.

Kini, publik menunggu komitmen para istri calon presiden selanjutnya. Publik tentu berharap “First Lady” Indonesia bisa menempatkan perannya sebagai ibu negara, tidak semata istri presiden atau wakil presiden.

Namun bisa memastikan tidak ikut “cawe-cawe” dalam urusan politik kenegaraan, kebijakan negara bahkan terlibat dalam bisnis yang menggurita.

Sekali lagi, belajarlah kepada Lucia Topolansky istri Presiden Uruguay (2010 – 2015) Jose Alberto Mujica Cordano.

Lucia mendukung gaya hidup suaminya yang begitu semenjana. Menolak adanya pengawalan karena sudah merasa aman dengan hadirnya anjing berkaki tiga, memakai mobil butut VW Beetle langsiran 1987 serta merelakan 90 persen dari gaji presiden untuk warga miskin.

Lucia tidak takut suaminya tidak mempunyai jabatan. Dia tidak risau terhadap julukan kepada suaminya sebagai presiden termiskin sedunia.

“Saya tidak pernah merasa miskin. Orang miskin adalah orang yang bekerja agar dia bisa menjaga gaya hidupnya yang mewah dan tidak pernah merasa cukup." – Jose Mujica.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com