Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelidikan Transaksi Mencurigakan Dana Kampanye Diharap Tak Sekadar Redam Isu

Kompas.com - 19/12/2023, 06:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) didorong melakukan penyelidikan menyeluruh, dan bukan hanya meredam isu terkait temuan transaksi mencurigakan dana kampanye yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, para lembaga penyelenggara Pemilu dan aparat penegak hukum sebaiknya berupaya lebih keras menyelidiki temuan PPATK tersebut.

Sebab dia mengatakan, sanksi terkait tindakan ilegal seperti itu sudah tercantum di dalam Undang-Undang Pemilu.

"Mendorong KPU dan Bawaslu mengusut tuntas kasus transaksi janggal temuan PPATK dengan melibatkan aparat penegakan hukum lainnya dan menyampaikan hasil kajiannya kepada publik dengan transaparan dan akuntabel," kata Neni saat dihubungi pada Senin (18/12/2023).

Baca juga: PPATK Temukan Transaksi Janggal terkait Pemilu, Ganjar: Kalau Sumbernya Haram, Tracing Lebih Gampang

"Harapannya proses kajian tidak dilakukan secara asal-asalan hanya untuk menenangkan publik secara sesaat," sambung Neni.

Neni mengutip aturan yang tercantum dalam Pasal 496 UU 7/2017 terkait prinsip keterbukaan pelaporan dana kampanye.

Di dalam pasal itu disebutkan peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu terancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000.

Neni mengatakan, temuan PPATK yang mendeteksi transaksi mencurigakan terkait dana kampanye memperlihatkan aktivitas Pemilu menyedot anggaran yang jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye, kemudian jika terjadi sengketa hasil.

Baca juga: Soal Transaksi Janggal Dana Kampanye, TKN Prabowo-Gibran: Periksa Saja, Kami Terbuka

Dia mengkhawatirkan jika praktik seperti itu terulang karena negara tidak memberikan ganjaran secara tegas kepada para pelakunya maka akan sangat sulit menyelenggarakan kontestasi Pemilu yang jujur dan adil.

"Karena transaksi janggal tersebut dapat berpotensi digunakan untuk jual beli suara yang akan merusak demokrasi ke depan dan Pemilu gagal menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas dan profetik,” sambung Neni.

Sebelumnya diberitakan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membantah dugaan mereka melakukan pengawasan transaksi keuangan untuk kepentingan politik.

Dia menegaskan, PPATK melakukan pemeriksaan keuangan untuk menghindarkan pelaku kejahatan memanfaatkan momen Pemilu demi keuntungan pribadi atau kelompok.

Baca juga: Bawaslu Akan Buka Hasil Kajian Terkait Transaksi Janggal untuk Pemilu yang Ditemukan PPATK: Selasa atau Rabu


“Kami hanya melakukan pemantauan terkait potensi pemilu dieksploitasi oleh para pelaku kriminal dengan menggunakan dana-dana ilegal dalam mendukung kontestasi,” papar Ivan saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (17/12/2023).

Ivan menyatakan sudah mengirimkan data itu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan aparat penegak hukum.

Ivan mengatakan pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan Pemilu. Ia tidak menyebut nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari hasil tindak pidana untuk kampanye.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas PJ Kepala Daerah

Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas PJ Kepala Daerah

Nasional
Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema 'Student Loan' Imbas UKT Mahal

Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema "Student Loan" Imbas UKT Mahal

Nasional
Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

Nasional
Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

Nasional
Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

Nasional
Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

Nasional
Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

Nasional
Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Nasional
Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Nasional
Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com