“Jadi equal dan equity itu menjadi konsep yang selalu kami pegang teguh tentunya hingga itu bagian dari strategi,” katanya.
Selain faktor sensitif dan spesifik, kata dia, ada faktor-faktor lain yang dapat menurunkan stunting, yakni faktor menengah.
Dia menjelaskan, faktor yang tidak jauh dan juga tidak dekat sekali, seperti total fertility rate (TFR) dan age specific fertility rate (ASFR) pada usia 15-19 tahun. Dua hal itu sangat berpengaruh terhadap penurunan angka stunting.
Sebagai contoh, Dompu, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Sumbawa memiliki ASFR yang masih cukup tinggi.
Oleh karenanya, strategi prioritas program di Dompu dengan pendewasaan usia pernikahan akan sangat signifikan dalam menurunkan stunting.
Baca juga: BKKBN Optmistis Prevalensi Stunting Jadi 14 Persen pada 2024
“Nyata itu juga strategis. Jadi dengan kami mengintervensi yang tepat permasalahan. Jadi ketika kita di Dompu mau berbuat apa, kemudian di Lombok Barat mau berbuat apa, itu sesuai dengan faktor risiko yang muncul di sana,” ujarnya.
dr Hasto menilai, satu hal yang penting untuk disikapi bersama adalah memaksimalkan kecerdasan untuk menembak lebih tepat sesuai dengan diagnosisnya di masing-masing wilayah.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri menyoroti beberapa aspek penting.
Beberapa catatan untuk kabupaten dan kota di NTB dengan tingkat stunting tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain memerlukan fokus pada tiga indikator.
Baca juga: Sandwich Generation Akan Meningkat pada 2035, Kepala BKKBN: Optimalisasi Mutlak Dilakukan
Ketiga indikator itu, yaitu penggunaan alat ukur yang sesuai standar tidak lagi memakai dacin sebagai alat ukur melainkan antropometri, peningkatan SDM atau kader posyandu, penguatan standar operasional prosedur (SOP) di level posyandu, dan tindakan nyata, seperti mengubah perilaku makan pada anak.
“Pagi tadi, kami berdiskusi dengan teman-teman dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) terkait penanganan stunting di mana fokusnya adalah pada tindakan nyata,” katanya
Tindakan itu, seperti memberikan pesan edukatif untuk mengubah perilaku anak yang suka makan snack karena bisa mengurangi nafsu makan.
“Selain itu, kami juga membahas perlunya penguatan SOP yang sudah ada untuk mengurangi kesalahan, terutama di level posyandu,” katanya.
Baca juga: Targetkan Layani 1,25 Juta Akseptor, Kepala BKKBN: Cita-cita Dua Anak Sudah Capai Target
Lalu mengatakan, hal itu sesuai dengan arah transformasi kesehatan yang menekankan pentingnya pelayanan primer.
Dia juga mengharapkan gerakan seperti bakti stunting atau orangtua asuh dapat berlanjut.