KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengatakan, keluarga harus menjadi arus utama dalam pembangunan.
“Arahan Bapak Presiden (Jokowi) bagaimana keluarga itu menjadi bagian yang diarusutamakan di dalam pembangunan,” kata dr Hasto dalam keterangan persnya, Kamis (14/12/2023).
Dia mengatakan itu saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Koordinasi Stunting Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dilaksanakan secara hibrida di Hotel Golden Palace, Mataram, Rabu (13/12/2023).
dr Hasto mengatakan, jika semua pihak menganggap sumber daya manusia (SDM) sebagai hal yang penting, maka akan ada sense of urgency. Contohnya dengan pemenuhan makanan bergizi sebagai langkah konkret menurunkan stunting.
“Kesadaran untuk mengonsumsi makanan yang bervariasi itu juga menjadi bagian dari urgency yang harus dikedepankan,” katanya.
Baca juga: Percepat Pengadaan Barang dan Jasa, Kepala BKKBN Imbau Seluruh Satker Input RUP 2024
dr Hasto menilai, jika ada orang yang mengarusutamakan pembangunan, misalnya mengarusutamakan gender atau perempuan, orang tersebut juga bisa mengarusutamakan mengonsumsi nutrisi gizi yang baik.
Sebab, kata dia, bukti menunjukkan bahwa semakin ke pelosok desa, variasi makanan penduduk semakin tidak bagus.
“Nah ini juga barangkali tadi langkah-langkah nyata yang ditunjukkan untuk membuat orang itu mau makan yang bervariasi, seperti yang disampaikan yang tadi dirilis Pak Kepala Dinas Kesehatan (Provinsi NTB). Itu langkah nyata dan konkret yang harus dilakukan,” jelasnya.
Dia juga menyoroti permasalahan sensitif di setiap wilayah NTB, seperti sanitasi dan jambanisasi.
“Kalau mengintervensi Lombok Timur dan Lombok Tengah itu bisa jadi semua NTB bisa turun sekali sehingga saya kira ini perlu perhatian,” ungkapnya.
Baca juga: Canangkan 12 Kampung KB di Papua Selatan, Kepala BKKBN: Wujudkan Keluarga Kecil Berkualitas
Dari hasil pendataan terkini pada 2023, dr Hasto mengatakan, sumber air yang tidak layak masih di ditemukan Lombok Utara.
“Persentase air minum yang kurang layak. Meskipun persentasenya hanya 6 persen, Lombok Barat hanya 4 persen, tetapi ini sebagai suatu guidance-lah untuk kita memberikan perhatian yang lebih kepada Lombok Timur,” katanya.
Hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah masalah ketiadaan jamban di Lombok Barat yang masih cukup tinggi, yakni 21,8 persen dan di Bima masih 18 persen.
“Ini mungkin juga menjadi guidance bahwa pembangunan jamban rumah tidak layak itu menjadi penting,” terangnya.
Lebih lanjut, dr Hasto mengatakan, strategi menurunkan stunting membutuhkan prioritas agar bisa fokus di daerah-daerah dengan kasus stunting yang masih tinggi. Ia juga meminta agar pemerintah harus memegang teguh asas keadilan dan pemerataan.
Baca juga: Atasi Stunting dan Kemiskinan Ekstrem, BKKBN Bagikan Data Hidup untuk Kementerian/Lembaga