Brad Garret (dalam ABCNews, 28/02/2019) menyampaikan bahwa pembunuh keluarga terdorong untuk membunuh keluarga mereka karena sejumlah alasan. Sering kali penyebabnya adalah masalah keuangan.
Dan ada kepercayaan bahwa laki-laki, khususnya, akan membunuh keluarga karena mereka kehilangan kemampuan untuk menghidupi keluarga. Dan itu masuk ke dalam identitas ego laki-laki. Kehilangan identitas adalah komponen kuncinya di sini.
Sejatinya tidak ada sebab tunggal dalam kasus-kasus pembunuhan keluarga di Indonesia. Ada yang direncanakan dalam waktu lama. Ada juga yang terjadi karena spontan.
Ada yang sebabnya sudah berlangsung menahun sehingga menggumpal menjadi emosi yang meledak suatu waktu. Ada juga yang terjadi karena emosi sesaat yang berproses tidak terlalu lama.
Ada yang disebabkan masalah tekanan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran, kecemburuan dan perselingkuhan, perebutan harta, ataupun provokasi dari pihak ketiga.
Dalam kasus pembunuhan Jagakarsa pada Desember 2023, walaupun penyidikan polisi belum tuntas, namun dapat ditengarai sebab awalnya adalah akumulasi antara tekanan ekonomi, depresi dan frustrasi dan ketidaknyamanan (insecure) sang tersangka pelaku karena kehilangan daya kontrol terhadap pasangan dan keluarganya. Yang membuatnya kehilangan akal sehat dan melakukan tindakan fatal.
Sebab yang hampir sama terjadi pada pembunuhan oleh N kepada istrinya M di Cikarang Kabupaten Bekasi pada September 2023.
Salah satu pemicunya adalah karena N merasa insecure karena sang istri berpendapatan lebih tinggi. Sementara N berpendapatan di bawah UMR dan mesti menambah pendapatan dengan menjadi pengemudi ojek online.
N kehilangan identitas 'maskulin' dan daya kontrol terhadap pasangannya. Sehingga berbuah tindakan KDRT dari N kepada M, bahkan akhirnya N tak dapat mengendalikan diri hingga M tewas dibunuh.
Dalam semua peristiwa familicide tentunya yang kita prihatinkan adalah hancurnya ikatan keluarga (family bonding) yang sedikit banyak menimbulkan trauma kepada anak-anak atau anggota keluarga yang masih hidup.
Keluarga mengalami ketidakberfungsian dan tidak lagi pranata pemberi perlindungan dan cinta kasih.
Jalan keluarnya tentunya tidak harus membenci lembaga keluarga atau malah tidak mau berkeluarga sama sekali. Namun melakukan persiapan berkeluarga secara lebih matang dan komprehensif.
Tidak sekadar siap jadi pacar ataupun kekasih. Namun juga siap jadi suami dan istri serta jadi ayah dan ibu.
Juga, mempersiapkan jaring pengaman ekonomi, sosial, dan kesehatan. Mengikuti program KB (Keluarga Berencana) dapat menjadi satu pilihan. Lalu memperbaiki dan mengoreksi pola asuh kepada anak-anak dan pola komunikasi kepada pasangan.
Terakhir, tentunya, memperbaiki niat dan tujuan berkeluarga bahwa pernikahan tidak sekadar sebagai perbuatan perdata yang sifatnya kontraktual, namun suatu ikhtiar mulia untuk melahirkan keluarga yang baik dalam iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.