Terbukti, pada daftar calon tetap (DCT) anggota DPR RI yang ditetapkan KPU RI per 3 November, ada 267 DCT dari 17 partai politik yang jumlah caleg perempuannya di bawah 30 persen.
Hal ini bertentangan dengan amanat Pasal 245 UU Pemilu, PKPU 10/2023, dan putusan MA, bahwa afirmasi caleg perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil.
Di samping itu, Bawaslu juga menyoroti tindakan KPU RI yang justru mengajukan permintaan fatwa kepada MA yang meminta agar putusan MA itu baru diberlakukan pada Pemilu 2029.
MA kemudian merespons melalui Surat Wakil Ketua MA yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan hasil uji materi MA dilaksanakan KPU selaku Termohon sendiri--akan dilaksanakan pada pemilu tahun 2024, atau pemilu selanjutnya, bukan ada di ranah MA lagi, namun wewenang KPU.
"Terlapor seharusnya segera menentukan sikap terkait waktu pelaksanaan putusan MA apakah dilaksanakan pada Pemilu 2024 atau pemilu selanjutnya," kata Herwyn.
Baca juga: Caleg Perempuan Tak Capai Target di Banyak Dapil, KPU Dilaporkan ke Bawaslu
"Menimbang ketidakjelasan sikap Terlapor pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum. Sikap terlapor menunjukkan pengingkaran keadilan perempuan sebagaimana adagium hukum, justice delayed is justice denied, keadilan yang tertunda sama saja dengan meningkari keadilan itu sendiri," tambahnya.
Herwyn menyatakan, semua ketentuan di atas adalah bagian dari tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan pelaksanaan pencalonan anggota DPR.
"Maka majelis pemeriksa berpendapat tindkaan terlapor yang tidak menindaklanjuti Putusan MA 24/HUM/2023 dalam proses pencalonan merupakan pelanggaran administrasi pemilu ketentuan Pasal 460 (1) UU Pemilu," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.