JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan menyoroti rendahnya kedisiplinan partai politik memenuhi kewajiban mendaftarkan 30 persen caleg perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) DPR RI.
Berdasarkan Daftar Calon Tetap (DCT) yang telah diumumkan KPU RI 3 November lalu, 17 dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024 gagal memenuhi kewajiban afirmasi perempuan itu.
"Hanya 1 parpol yang memenuhi syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen pada semua DCT di 84 dapil, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS)," kata Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay, dalam rilis hasil analisis DCT koalisi Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Ketua KPU Disanksi Peringatan Keras karena Tak Profesional soal Aturan Jumlah Caleg Perempuan
Netgrit yang merupakan salah satu representasi koalisi menambahkan, PKB dan PDI-P menjadi partai politik paling bermasalah dengan keterwakilan perempuan terbanyak.
PKB gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di 29 dapil, disusul PDI-P 26 dapil.
Setelahnya, berturut-turut adalah Demokrat 24 dapil, Golkar dan Gerindra 22 dapil, PKN 21 dapil, Partai Gelora 19 dapil, PAN 17 dapil, Nasdem dan PBB 16 dapil, PPP 12 dapil, Garuda 9 dapil, Partai Buruh 6 dapil, Perindo dan Partai Ummat 5 dapil, lalu PSI 4 dapil.
"Data ini sangat tidak sesuai dengan deklarasi pemilu berintegritas yang kemarin dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Karena KPU jelas melakukan pembiaran atas pelanggaran sistem pencalonan pemilu dan amanat undang-undang," kata Hadar yang merupakan anggota KPU RI 2012-2017.
Sebab, ketentuan 30 persen caleg perempuan itu merupakan aturan awal yang harus dipenuhi partai politik ketika pertama kali mengusulkan daftar bakal caleg mereka ke KPU pada 1-14 Mei 2023 lalu.
"Hal itu adalah ketentuan pengajuan calon. Sesuatu yang harus dipenuhi partai dalam mengajukan calon. Artinya, kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka KPU sudah seharusnya menolak pendaftaran caleg oleh partai," kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Ancaman Banjir Sengketa Usai KPU Lepas Tangan soal Jumlah Caleg Perempuan
"KPU tidak bisa berdalih bahwa ketentuan tersebut tidak memuat sanksi sehingga tidak bisa ditegakkan. Mengingat ketentuan tersebut adalah persyaratan dalam pengajuan calon. Sehingga, jika ada partai yang tidak mengajukan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, maka sudah semestinya pendaftarannya tidak dapat diterima," tegasnya.
Ini sama seperti halnya, KPU tidak bisa menerima calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) usungan partai politik yang tidak memenuhi ambang batas pencalonan presiden, sebab keterpenuhan ambang batas itu merupakan syarat pengajuan bakal capres-cawapres.
Hasyim berkilah, tak ada konsekuensi soal pelanggaran atas amanat memenuhi hak afirmasi politik untuk perempuan.
Ia menganggap, opsi diskualifikasi itu adalah sanksi bagi partai politik yang gagal memenuhi 30 persen caleg perempuan di suatu dapil.