Karena angka di belakang desimal kurang dari lima, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total empat caleg di dapil itu cukup hanya satu orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, satu dari empat caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 UU Pemilu.
Pasal ini belakangan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) pada 29 Agustus 2023, ketika partai politik kadung mengusulkan daftar calegnya ke KPU untuk diverifikasi.
Baca juga: Sejumlah Dapil Masih Kekurangan Caleg Perempuan, KPU Membangkang Putusan MA?
MA mengembalikan mekanisme pembulatan ke atas. Sehingga, hitungan keterwakilan caleg perempuan dari empat kursi yang ada minimum dua orang.
Namun, KPU tak merevisi aturan yang dibatalkan MA, termasuk mengatur bagaimana kepastian hukumnya karena partai politik kadung mendaftarkan bakal caleg sebelum MA mengubah aturan.
Sementara itu, KPU RI selalu menyoroti keterwakilan caleg perempuan secara akumulatif yang sudah di atas 30 persen, meski UU Pemilu mensyaratkan keterwakilan 30 persen caleg perempuan itu dihitung per dapil.
"Secara akumulatif rata-rata pencalonan perempuan menjadi caleg dalam DCT untuk Pemilu Anggota DPR RI sebesar 37,13 persen untuk 18 parpol peserta pemilu," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com.
Baca juga: Netgrit: Hanya 1 dari 18 Parpol yang Penuhi Kuota 30 Persen Caleg Perempuan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.