Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arteria Dahlan Kenang Jadi Kuasa Hukum Megawati-Prabowo: Lawannya Jaksa, Takut...

Kompas.com - 16/11/2023, 14:19 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-P Arteria Dahlan mengenang masa saat ia menjadi kuasa hukum pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto pada Pilpres 2009 lalu.

Kala itu, hasil pilpres yang dimenangkan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono digugat ke Mahkamah Konstitusi. 

Namun, Arteria menyesalkan Kejaksaan Agung menjadi kuasa hukum KPU selaku tergugat dalam sengketa pilpres itu. 

Hal tersebut Arteria sampaikan dalam rapat Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/11/2023).

"Saya korban, Pak. Saya 2009, saya ketua tim kuasa hukum Mega-Prabowo. Lawan saya adalah kejaksaan, Pak, waktu itu namanya siapa itu... Pak Jampidum (Jaksa Muda bidang Tindak Pidana Umum)," kata Arteria.

"Takut semua ngumpulin bukti, takut, Pak. Kenapa? Karena di (kubu) sebelah sana lawyer-nya presiden terpilih waktu itu Pak SBY, itu adalah Jampidum," ujar Arteria.

Baca juga: Komitmen Netralitas Polri di Pemilu dan Bantahan Pasang Baliho Capres Tertentu

Politikus PDI-P ini pun berharap kejaksaan tidak lagi memihak pada salah satu calon pada Pilpres 2024 kali ini. 

Diketahui, pilpres kali ini diikuti tiga pasangan calon, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Arteria mengatakan, jika hal seperti itu terulang lagi di Pilpres 2024, maka bisa-bisa pihak tertentu akan ketakutan.

Sebab, pengacara yang ditunjuk untuk menangani sengketa pilpres di MK merupakan aparat penegak hukum.

"Bapak usernya pemerintah, Pak, negara, Pak. Apalagi menjadi penasihat hukum pasangan calon presiden atau pasangan calon wakil presiden terpilih atau pemenang yang suaranya paling banyak, enggak bisa, Pak. Kita sudah ngerasain, Pak, kemarin, Pak," kata Arteria.

"Kalau ini direplikasi sampai ke bawah, Pak, tiba-tiba lahirnya KPU kabupaten, KPU provinsi, itu tiba-tiba (kuasa hukumnya) jaksa, bubar, orang enggak ada yang berani ngumpulin data lagi, Pak," sambungnya.

Baca juga: Soal Isu Netralitas dan Kedekatan dengan Jokowi, KSAD: Kedekatan Saya Hanya Kerja

Catatan pemberitaan Kompas.com pada 4 Agustus 2009, sidang perdana sengketa pilpres 2009 itu langsung diwarnai interupsi dari dua kubu pemohon, tim Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan dari kubu JK-Wiranto.

Keberatan ini ditujukan ke pihak termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena memboyong tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa hukum.

"Kami menolak JPN untuk mewakili KPU karena tidak ada satupun alasan dalam ketentuan per-Undang-Undangan, yang menyatakan JPN berhak mewakili atau menghadiri termohon sengketa pemilu," kata Ketua Kuasa Hukum Mega-Prabowo Arteria Dahlan, di sela-sela sidang di MK, Jakarta, Selasa (4/8).

 

Menurutnya, keikutsertaan JPN akan mengurangi independensi sidang karena kejaksaan akan bertanggung jawab ke Presiden.

Padahal, Presiden juga merupakan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang merupakan pihak terkait dalam sidang ini.

"Kami menghargai independensi per-Undang-Undangan. Kami mohon agar Mahkamah mengerti permohonan kami," sebutnya

Baca juga: Drakor Politik Pilpres 2024: Disinggung Jokowi, Diungkit Ganjar

Hal senada juga dilontarkan kubu JK-Wiranto. Tim kuasa hukum JK-Wiranto, Chairuman Harahap mengatakan sesuai Undang-Undang kehadiran JPN dalam persidangan adalah mewakili pemerintah.

Sedangkan KPU merupakan lembaga independen.

"Kami JK-Wiranto juga mengajukan keberatan terhadap adanya JPN yang mewakili KPU karena berdasarkan ketentuan UU, hal itu tidak dimungkinkan," kata Chairuman.

Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD meminta KPU untuk menjawab keberatan pihak penggugat tersebut.

"Kami sebagai KPU sudah memberikan kuasa sepenuhnya ke Kejaksaan Agung sebagaimana waktu pileg lalu," kata anggota KPU Syamsul Bahri memberikan alasannya.

Tim kuasa hukum KPU atau JPN, Josef lantas menegaskan pernyataan Syamsul.

Josef mengemukakan 13 poin alasan JPN dapat mewakili KPU. Di antaranya, Josef menyebutkan bahwa berdasarkan UU disebutkan kejaksaan dapat mewakili negara dalam persidangan.

"KPU memang lembaga independen. Tetapi berdasarkan undang-undang, kejaksaan dapat mewakili negara, di dalamnya ada aparatur negara termasuk ," tegasnya.

Mendengar penjelasan Syamsul dan Josef, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud tidak menerima keberatan dari dua kubu pasangan calon.

Ia menegaskan bahwa para hakim konstitusi akan menjamin independensi.

"Siapapun di sini boleh maju, mewakili diri sendiri ataupun orang lain.Sidang dilanjutkan," tuturnya. Mendengar hal itu, kubu Mega-Prabowo yang diwakili Arteria menyerahkan keberatan secara tertulis yang diterima oleh Mahfud.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com