PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa persiapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terlalu banyak diwarnai drama sinetron.
Bahkan, presiden menegaskannya dengan istilah “drakor”, serial drama asal Korea yang sangat populer di Indonesia (Kompas.com, 06/11/2023).
Saya pun punya kesan seperti itu. Hingga detik ini perbincangan publik tentang pilpres memang masih berkutat soal tokoh (aktor). Publik relatif belum mengangkat gagasan para tokoh pilpres.
Dokumen visi, misi, program para bakal calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) belum banyak dilirik untuk diperbincangkan isinya.
Barangkali karena alur cerita pilpres memang belum sampai ke sana. Pilpres belum memasuki episode kampanye, masih sampai episode pencalonan.
Atau, boleh jadi perbincangan tentang visi, misi, dan program tidak menarik bagi publik Indonesia. Bukankah yang tertulis di dokumen visi, misi, dan program itu hanyalah “janji politik”?
Publik Indonesia boleh jadi sudah maklum, janji politik itu biasanya hanya “manis di bibir, merdu di telinga”. Ujungnya tetap saja bergantung pada orangnya.
Dari sudut dramaturgi, perhelatan Pilpres 2024 yang plotnya baru sampai episode pendaftaran pasangan calon memang sangat menarik. Terasa lebih “drama” daripada drama sinetron betulan.
Siapa tahu ada sineas yang terinspirasi, kelak mengangkatnya menjadi drama sinetron betulan.
Coba perhatikan penokohannya. Karena pilpres, tokoh yang terlibat bukan sembarangan. Hampir semuanya orang-orang beken dan berkuasa di negeri ini. Baik tokoh sentral maupun figuran.
Ada Jokowi, Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Anwar Usman, Puan Maharani, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, Surya Paloh, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan masih banyak lagi nama-nama beken.
Lalu, tema dan konflik yang terjalin di dalamnya pun sangat menarik. Soal perebutan tahta dan kekuasaan serta intrik-intrik di dalamnya selalu menarik dari sudut dramaturgi.
Drakor yang ditonton publik Indonesia pun sebagian besar mengangkat tema politik dan kekuasaan.
Saya mengakui bahwa jalinan peristiwa satu ke peristiwa lain pada Pilpres 2024 penuh ketegangan, bukan landai-landai saja. Publik sebagai penonton dibuat berdebar-debar sambil menerka-nerka apa yang terjadi pada episode berikutnya.
Dari sisi ilmu sastra, alur cerita Pilpres 2024 berhasil menciptakan “suspense”. Jalinan unsur-unsur cerita membuat penonton penasaran, sehingga tak mau ketinggalan kisah selanjutnya.
Makin menarik lagi, karena penonton turut bergejolak. Ikut-ikutan gaduh, lalu merangsek memasuki arena panggung.
Betapa tidak, Goenawan Mohamad (GM), sastrawan dan jurnalis senior, menangis di depan Rosianna Silalah di acara ROSI yang disiarkan KompasTV, beberapa waktu lalu.
Dari sudut dramaturgi, kehadiran GM di sana bisa dikategorikan aktor, meski figuran. GM semula penonton, tapi kemudian terbawa arus konflik hingga masuk arena dan terlibat menganyam konflik.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.