Barangkali termasuk kehadiran kita melalui media sosial dan media lain. Kita pun aktor, meski hanya muncul sekelebat.
Saya sependapat dengan Pak Presiden, lalu yang menonjol, seperti kata presiden, “pertarungan perasaan”. Namun, menurut saya, ya begitulah dramaturgi. Keberhasilannya, atau “suspense” sukses bila berhasil mengaduk-aduk perasaan penonton.
Di mata publik (sebagai penonton), rasa keadilan dan kepatutan publik terlukai saat proses pencalonan bakal capres-cawapres. Ada rekayasa aturan yang menodai moral publik. Inilah yang membuat perasaan publik teraduk-aduk.
Perasaan publik yang teraduk-aduk itu terjawab melalui putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
MKMK telah membebastugaskan Anwar Usman, adik ipar Pak Presiden, dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman dinilai terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Berkat putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, lolos sebagai bakal cawapres Prabowo.
Dari sudut dramaturgi, makin menarik dan menegangkan, makin mengaduk-aduk perasaan dan nalar pula, karena Anwar Usman melawan putusan MKMK. Ia merasa difitnah.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar Usman (Kompas.com, 8/11/2023).
Apakah Jokowi akan menolong adik iparnya? Ini pertanyaan lumrah bagi penonton, yang membuat drama makin terasa menegangkan.
Sama, saat putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberi kesempatan kepada Gibran untuk menjadi bakal cawapres. Penonton pun bertanya, apakah Jokowi akan mengizinkan bila putra sulungnya berkehendak mengambil kesempatan itu?
Bila Jokowi mengizinkan, lalu apa reaksi Megawati Soekarnoputri dan PDI-P? Pertanyaan semacam itu lumrah pula buat penonton, sehingga bertambah menegangkan.
Juga kini, pascaputusan MKMK yang menilai ada pelanggaran berat atas kode etik saat perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus, apakah pasangan Prabowo-Gibran akan terus maju Pilpres 2024, meski putusan MKMK tak membatalkan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023? Teka-teki yang mengundang ketegangan.
Ketegangan Pilpres 2024 sangat berbeda dibandingkan Pilpres 2019. Seingat saya, tak ada ketegangan yang bersumber dari perasaan publik saat Pilpres 2019.
Publik hanya terpana di menit terakhir, tatkala Mahfud MD tidak terpilih mendampingi Jokowi. Padahal sudah sangat santer disebut akan mendampingi Jokowi sebagai bakal cawapres.
Bahkan, Mahfud MD telah menyiapkan baju putih untuk deklarasi. Ternyata yang terpilih Ma’ruf Amin, bukan Mahfud MD.
Dan, baju putih itu masih tersimpan baik selama lima tahun. Takdir yang tertunda, lima tahun kemudian Mahfud MD mengenakannya saat deklarasi pasangan Ganjar-Mahfud.
Ketegangan Pilpres 2019 bukan menyoal rasa keadilan dan kepatutan yang mengaduk-aduk perasaan publik, melainkan sentimen primordial yang direpresentasikan melalui istilah “cebong” dan “kampret”.