JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Utut Adianto menanyakan komitmen Panglima TNI Laksamana Yudo Margono untuk menolak jika mendapatkan perintah yang melawan hukum dari Presiden sebagai atasannya.
Hal ini disampaikannya untuk mengingatkan Yudo agar menjaga netralitas prajurit TNI pada Pemilu 2024.
Mulanya, Ketua Fraksi PDI-P DPR ini menyebut Panglima memiliki atasan yaitu Presiden sebagai Panglima tertinggi.
"TNI selama ini netral. Panglima TNI bosnya siapa? Presiden. Presiden sebagai Panglima tertinggi bilang A, sanggup enggak Bapak menolak? Kalau perintah itu melawan hukum?" kata Utut kepada Panglima TNI dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi I DPR membahas kesiapan TNI mendukung pengamanan Pemilu 2024, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Siap Amankan Pemilu 2024, Panglima TNI Kerahkan 446.516 Personel untuk Seluruh Wilayah RI
Tak hanya itu, Utut menyampaikan pertanyaan itu kepada calon panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto.
Agus yang digadang bakal menggantikan Yudo diminta juga menolak jika Presiden memerintahkannya melakukan perbuatan melawan hukum.
Namun, Utut tak menyebut spesifik apa perbuatan melawan hukum itu.
"Bapak (Agus Subiyanto) juga harus latihan, Bapak akan menjadi panglima di saat turbulensi. (Sebab) hari ini bukan hari-hari biasa, banyak anomali politik," ucap Wasekjen DPP PDI-P ini.
Bukan tanpa sebab, Utut mengingatkan hal itu karena melihat betapa sulitnya Panglima dan petinggi TNI menolak perintah presiden.
"Tentara dari kecil untuk tegak lurus kepada atasan. Oleh karenanya dalam keadaannya. Kita menghormati Pak Yudo orang baik, Pak KSAL orang baik. Ini semua orang baik. Tidak ada kita yang ingin kedaulatan kita terganggu, Pak," ujar dia.
Baca juga: Jenderal Dudung Siap Beri Masukan Nama Calon KSAD jika Agus Subiyanto Jadi Panglima TNI
Ditemui selepas rapat, Utut meminta pernyataannya dalam rapat tidak dipandang negatif.
Dia mengajak semua pihak berpikiran positif karena yang disampaikannya agar Yudo meninggalkan warisan yang baik di sisa masa jabatannya.
"Karena di Sapta Marga itu kan politik TNI adalah politik negara. Tetapi kalau tidak diawasi, potensi (tidak netral). Jadi ini kita lihatnya baiklah. Di mana-mana juga ada pengawasan, DPR diawasi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.