Nyatanya sejarah memang tidak mendidik kita untuk terlalu siap menerima Jokowi secara "taken for granted" seperti orang Amerika Serikat yang penuh euforia saat menerima sosok Barack Obama menjadi Presiden ke 44.
Obama tak pernah ikut berperang atau wajib militer, berlatar senator, berkulit hitam pula.
Kita memang terbiasa berpikir bahwa kepemimpinan lahir dari proses penempaan yang tidak mudah. Dwight Eisenhower, misalnya, dengan mudah diterima masyarakat Amerika Serikat, karena peran pentingnya dalam mengakhiri Perang Dunia kedua.
Sebelum terjun ke Eropa, mantan presiden ke 34 Amerika Serikat yang kerap dipanggil Ike ini tak pernah sekalipun terjun langsung ke dalam kancah perang.
Otomatis, pada awal kedatangannya di benua Eropa, Ike dipandang dengan skeptis pemimpin-pemimpin di Benua Biru itu, terutama oleh Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill.
Saya kira, kondisi tersebut mirip dengan lima tahun awal Presiden Jokowi.
Pengakuan pertama muncul setelah Ike dinilai berhasil melakukan pembebasan negara-negara koloni Perancis di Afrika. Operasi pembebasan Tunisia adalah titik awal Ike mulai mendapat perhatian dari Churchill.
Momen kedua adalah saat Ike melakukan terobosan berani dengan menemui Charles André Joseph Marie de Gaulle secara langsung, saat Ike mendapat penolakan dari Churchil terkait penggunaan pesawat pembom angkatan udara Inggris di Calais.
Alasan Churchill ketika itu, Inggris enggan bermasalah dengan Perancis kemudian hari karena pesawat-pesawatnya membombardir salah satu wilayah di Perancis.
Untuk memastikan itu, Ike langsung mendatangi De Gaulle, pemimpin Perancis yang menolak mengakui kekuasaan Jerman, untuk mendengar langsung pendapatnya terkait rencana pemboman Calais.
Menurut Ike, pemboman daerah Calais diperlukan untuk memastikan tipuan terhadap Jerman bahwa D-Day, invasi pembebasan Perancis dan penghentian agresi Hitler, yang bukan dilakukan di Normandy, tapi di Calais. Terobosan Ike mendapat respons positif di mana De Gaulle ternyata setuju.
Bahkan menurut De Gaulle, rakyat Perancis siap berkorban dan tidak akan mendendam Inggris jika pemboman itu dimaksudkan untuk menghentikan Hitler yang telah menginvasi Perancis.
Hasil pertemuan itu meluluhkan penolakan Churchill sekaligus menjadi pengakuan penuh Churchill terhadap kepemimpinan militer Dwight David Eisenhower di Operasi Overlord Normandia.
Dan setelah itu, tantangan yang jauh lebih besar sudah menunggu Eisenhower, yaitu tantangan untuk menyempurnakan pengakuan publik.
Ike harus membuktikan bahwa operasi Overlord yang dia sodorkan, adalah pilihan terbaik untuk menghentikan Hitler.
Berbagai macam strategi dicetuskan. Menciptakan operasi double intelligent untuk memberi sinyal tipuan kepada Hitler, melibatkan Istana Buckingham untuk menguatkan sinyal serangan di Calais, bukan di Normandia, membuat kendaraan-kendaraan perang palsu di Calais, sampai merumuskan strategi dan taktik penyerangan, adalah bagian dari taktik pengelabuan.
Satu setengah jam pertama setelah operasi Overlord diluncurkan, Ike mendapat kabar bahwa pendaratan di Normandia sukses.
Dan sekira 12 jam setelah itu, Churchill yang mewakili Inggris dan segenap aliansinya mengumumkan keberhasilan Operasi Overlord yang sekaligus pengakuan penuh atas pembuktian kinerja Ike.
Keyakinan terhadap Eisenhower tersebut terus berlanjut sampai rezim Nazi tumbang dan memuluskan jalannya ke Gedung Putih sebagai bukti pengakuan rakyat Amerika Serikat kepadanya.
Sejatinya, jika dibuka cerita soal perang dunia kedua, ada sekitar delapan presiden Amerika Serikat yang menorehkan keringat untuk memenangkan perang dan diganjar kursi presiden oleh rakyatnya.
Dwight Eisenhower, Richard Nixon, Gerald Ford, John Kennedy, Lyndon Johnson, Jimmy Carter, Ronald Reagen, dan George H.W. Bush/ Bush Senior, yang kesemuanya diakui jasanya dalam perang dunia kedua.
Sementara itu, Jokowi ada di jalur sipil. Hampir dua periode jadi Wali Kota di Solo, lalu kurang lebih dua tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta, keduanya masih belum meyakinkan publik bahwa Jokowi memiliki kapasitas yang cukup untuk mengemban posisi sebagai seorang presiden.
Sebagian menganggap terlalu cepat lompatan yang dilakukan Jokowi, mengingat latar belakangnya tak seindah yang dimiliki oleh mantan-mantan pemimpin lainnya.
Latar tersebut berpadu dengan lompatan cepat yang beliau perlihatkan di dalam perjalanan karier politiknya.