Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Nur Ramadhan
Peneliti

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Indonesia Darurat Benturan Kepentingan

Kompas.com - 21/10/2023, 14:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONDISI Indonesia saat ini banyak diwarnai fenomena benturan kepentingan yang semakin meluas dan lumrah ditemukan dalam pemerintahan.

Salah satu contoh utama benturan kepentingan adalah praktik nepotisme di berbagai tingkatan pemerintahan.

Dalam banyak kasus, pejabat pemerintah yang memiliki hubungan keluarga atau persahabatan dekat dengan pihak-pihak yang memiliki kontrak bisnis dengan pemerintah, seringkali mendapatkan keuntungan tidak adil dalam pemberian kontrak-kontrak tersebut.

Hal ini merugikan negara dan masyarakat serta merusak prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintahan.

Menjadi permakluman

Celakanya, fenomena benturan kepentingan terbuka dan tampak di Indonesia telah menjadi masalah serius yang merongrong integritas sistem pemerintahan.

Keberadaan benturan kepentingan yang dipermaklumkan mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik.

Tindakan yang tampak dan tergolong dalam fenomena benturan kepentingan, yaitu sering terwujud dalam bentuk rangkap jabatan di posisi strategis yang dapat merusak integritas pemerintahan.

Contoh nyata adalah ketika ketua partai politik yang juga menduduki jabatan menteri dalam pemerintahan. Situasi ini memunculkan konflik kepentingan yang jelas, di mana mereka harus memutuskan antara kepentingan partai dan kepentingan publik.

Seiring dengan itu, banyak pengusaha yang juga menduduki jabatan sebagai regulator, berpotensi memengaruhi kebijakan publik demi keuntungan pribadi atau bisnis mereka.

Fenomena ini membuka pintu bagi ketidakadilan dalam perlakuan terhadap berbagai pihak dalam masyarakat, serta memengaruhi perkembangan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.

Terbaru, benturan kepentingan juga merambah ke ranah yudikatif, yang seharusnya menjadi lembaga independen menjalankan tugasnya tanpa intervensi eksternal.

Kasus terbaru yang mencolok adalah ketika Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak mengundurkan diri ketika memutuskan suatu kasus terkait dengan keponakannya, yaitu Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo.

Keputusan tersebut menciptakan kecurigaan terhadap integritas lembaga peradilan dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

Benturan kepentingan semacam ini tidak hanya mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi, tetapi juga berpotensi merusak rule of law di Indonesia.

Praktik-praktik tersebut telah merugikan negara, menghambat pembangunan berkelanjutan, dan menciptakan ketidaksetaraan dalam pelayanan publik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com