Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Menyoal Putusan Mahkamah Konstitusi soal Syarat Usia Capres-Cawapres

Kompas.com - 19/10/2023, 15:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA adalah bagian dari banyak orang di republik ini. Orang yang sangat kecewa dan tetap menyoal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden.

Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya semata dari dalil hukum yang saya pahami.

Saya memang bukan negarawan seperti sejumlah hakim MK itu. Namun, saya masih sangat waras untuk berlaku kritis. Saya masih memiliki akal sehat untuk tidak serta merta mengamini putusan MK tersebut.

Beberapa hari sebelum putusan itu keluar, pemohon judicial review mencabut permohonannya.

Sehari setelah penarikan tersebut, pemohon kembali mengajukan gugatannya, sama persis dengan gugatan yang sudah ditariknya. Hebatnya, MK belum membicarakan permohonan ulang itu, langsung diputuskan hari Senin.

Dengan ini saja, akal waras kita sudah terasa dihimpit oleh ketidakberesan prosedural MK.

Apakah MK memang sudah begitu rendah martabatnya sehingga lembaga tersebut bisa dengan enteng memperkenankan tiap orang, berlalu lalang kapan saja, untuk meminta stempel pengesahan keinginan?

Apakah memang MK tinggal sebagai sebuah bangunan belaka, tanpa nurani, nihil kepribadian, sehingga tiap orang memperoleh lisensi mutlak untuk mendiktekan kehendak?

Komposisi Hakim

Bagaimana dengan komposisi para hakim yang mengambil putusan?

Nah, ini masalah utamanya sehingga saya tergelitik menulis esei ini. Sepintas memang, seolah-olah ada lima orang hakim yang setuju bahwa persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden di republik ini, tidak lagi bergantung pada bilangan minimal usia 40 tahun, tetapi pengalaman empirik, pernah atau sedang menjadi pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah.

Empat orang lainnya melakukan dissenting opinion. Maka, bila dilakukan voting, lima orang hakim mengalahkan empat orang hakim yang melakukan dissenting opinion tadi.

Hasilnya, jalan tol bebas hambatan bagi Gibran, putra Presiden Jokowi, akan melenggang menjadi calon wakil presiden.

Namun, tunggu dulu.

Dua dari lima orang orang hakim MK tadi, yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Y Pancaksati berpendapat bahwa konsep kepala daerah adalah gubernur. Bukan bupati atau wali kota.

Maka, bila kita melihat komposisi hakim yang terdiri atas sembilan orang tersebut, tiga orang hakim: Anwar Usman (Ketua MK), Guntur Hamzah dan Manahan Sitompul, memberi jalan mulus bagi Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden.

Ketiga hakim itu berpendapat bahwa calon presiden/wakil presiden, boleh berusia di bawah 40 tahun asal orang itu pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Frasa kepala daerah bagi ketiga hakim tersebut, adalah boleh gubernur atau bupati/wali kota.

Sementara hakim Enny Nurbaningsih serta Daniel Y Pancaksati, mempersempit frasa kepala daerah terbatas pada gubernur.

Empat orang hakim lainnya, Saldi Isra, Wahiduddin Adam, Arief Hidayat dan Suhartoyo, melakukan dissenting opinion.

Keempatnya menolak mengubah batas minimal 40 tahun dan menampik penambahan rumusan atau norma baru, yakni pernah atau sedang menjadi pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum, kepala daerah.

Bagi hakim yang melakukan dissenting opinion tersebut, jelas mereka memegang prinsip konsistensi bahwa penambahan rumusan atau norma baru dalam putusan MK, tidak boleh karena itu ranah pembuat undang-undang.

Putusan MK hanya boleh mengatakan undang-undang yang diuji itu bertentangan atau tetap sejalan dengan Konstitusi. Ketentuan batas minimal 40 tahun adalah open legal policy bagi pembuat undang-undang.

Bila kita mencermati posisi kesembilan hakim tersebut, jelas bahwa hanya tiga orang: Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul, yang jelas memberi jalan mulus ke Gibran untuk menjadi calon wakil presiden.

Dua hakim lainnya, Enny Nurbaningsih dan Daniel Y Pancaksati, kendati membolehkan kepala daerah sebagai calon presiden/wakil presiden, tetapi hanya bagi mereka yang pernah atau sedang menduduki jabatan gubernur. Bukan bupati atau wali kota.

Pendapat kedua hakim ini, jelas tidak memberi kemungkinan Gibran menjadi calon wakil presiden karena Gibran hanya sedang menduduki jabatan wali kota. Bukan gubernur.

Sementara empat hakim yang melakukan dissenting opinion tadi, memang menutup segala kemungkinan bagi putra Presiden Jokowi untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi wakil presiden.

Dengan komposisi serta posisi para hakim di atas, secara hukum, Gibran tidak memiliki jalan atau kemungkinan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai wakil presiden. Ini kehendak hukum.

Bagaimana kehendak kekuasaan?

Ini soal lain. Kekuasaan memang bisa kapan saja dan dengan berbagai cara, taktik jitu, alasan menerjang hukum. Kekuasaan pun bisa dengan mudah memperalat lembaga hukum untuk mencari dalil hukum, membenarkan tindakan.

Saya selalu teringat pidato Yang Mulia Bapak Presiden Jokowi: “Ojo kesusu” mencalonkan seseorang menjadi presiden.

Beliau selalu menekankan pentingnya ketenangan hati dan pikiran yang dalam untuk mencalonkan seseorang menjadi pemimpin bangsa karena, katanya lagi, persoalan bangsa ke depan sangat pelik.

Logika dan prinsip yang sama, saya ingin ikut-ikutan dengan Bapak Jokowi mengatakan: “Ojo kesusu” mencalonkan seseorang menjadi wakil presiden, karena tantangan bangsa dan negara ke depan sangat kompleks, termasuk adanya pelanggaran hukum.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com