Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
R Graal Taliawo
Pegiat Politik Gagasan

Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia

 

Janji Sesat Kandidat dan Harapan Keliru Warga

Kompas.com - 18/10/2023, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yang juga menarik, masih banyak warga yang meminta caleg untuk bisa menyelesaikan semua masalah, bahkan di luar tupoksinya seperti membantu pengurusan KTP. Sikap warga seperti ini terkesan asal eksploitasi, asal minta harapan.

Pada sistem demokrasi, warga seharusnya meminta dan berharap janji yang sesuai dengan tupoksi dan ruang lingkup wewenang dari jabatan yang akan dituju oleh kandidat (legislatif/eksekutif).

Tak cukup hanya itu, warga perlu mengkaji sejauh mana janjinya itu relevan dan terukur untuk bisa direalisasikan.

Itu artinya, pada setiap momen pemilu, yang seharusnya terjadi adalah pertukaran gagasan dan agenda kerja yang masuk akal dan relevan antara kandidat dengan warga.

Hanya saja, kerap kali bukan pertukaran gagasan yang terjadi, sebaliknya pertukaran material dan janji sesat dengan suara dukungan.

Warga memberikan suara karena dijebak janji sesat kandidat dan atau buruknya dukungan diberikan karena adanya pertukaran material.

Mengacu pada Aspinall dan Berenscot (Democracy for Sale, 2020), fenomena transaksi pertukaran material dengan suara ini disebut patronase, yakni mempertukarkan materi (yang dilakukan oleh kandidat) dengan maksud mendapat dukungan politik (dari warga).

Materi bisa berupa uang dan juga peluang ke depan. Misalnya, sumbangan pribadi untuk rumah ibadah, janji diberikan proyek, bantuan kerja, dan lainnya.

Aktor utamanya ada dua, yakni kandidat dan warga. Keduanya melihat politik untuk kepentingan komersial semata.

Praktik busuk itu membuat politik kita kehilangan marwahnya: untuk kesejahteraan publik. Padahal, bila masih berpengharapan pada kesejahteraan publik, proses cacat demokrasi ini harus disudahi.

Sebagai subjek dalam demokrasi, kita perlu kebudayaan politik warga (civic culture) yang baru, yang menjauhkan kita dari praktik buruk tersebut.

Warga mengubah orientasi politiknya dari suka berharap secara keliru—apalagi menjual suara kepada kandidat—ke arah penagih janji (agenda kerja) sesuai tupoksi dan ruang lingkup wewenang suatu jabatan publik yang hendak dituju oleh seorang kandidat.

Politik gagasan sebagai alternatif

Guna membangun kehidupan sosial-politik yang berkualitas, kita perlu fondasi pembangunan. Sosiolog Paulus Wirutomo menawarkan bahwa fondasi itu adalah konsep pembangunan societal.

Mengacu pada Imajinasi Sosiologi: Pembangunan Societal (2022), sebenarnya kita bisa menciptakan kultur baru praktik politik di level mikro (warga dan kandidat) untuk kemudian diproses menjadi struktur kebudayaan politik.

Menurut Paulus, secara sosiologis, masyarakat terbentuk oleh tiga aspek utama dan berhubungan secara berkesinambungan serta berulang, disebutnya struktur, kultur, dan proses (SKP).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com