Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Siasat Anwar Usman Ubah Putusan MK | Jokowi Bukan Kita Lagi!

Kompas.com - 18/10/2023, 05:05 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Ulasan tentang dugaan siasat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mempengaruhi hakim konstitusi lain dalam penanganan uji materi syarat batas usia capres-cawapres menjadi sorotan utama pembaca pada Selasa kemarin.

Upaya Anwar mempengaruhi hakim konstitusi lain untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materi diungkap oleh Hakim Saldi Isra.

Bahkan Saldi dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) sampai menyebut MK masuk ke dalam jebakan politik.

Baca juga: Budiman Sudjatmiko: Kalau Prabowo Mau Ambil Gibran, Tanya Megawati, Jangan Jokowi

1. Saat Siasat Anwar Usman Ubah Putusan MK 180 Derajat Diungkap...

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengejutkan.

Putusan itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Dalam amar putusan itu disebutkan, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

Dalam amar putusan itu juga disampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat.

Saldi mengatakan, dia tidak setuju MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Baca juga: TPN Ganjar Nilai MK Lampaui Kewenangan Institusi Negara

Saldi mengatakan hanya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengarkan keterangan presiden, DPR, pihak terkait, dan ahli.

Untuk memutus tiga perkara tersebut, MK lantas menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada 19 September 2023.

Pada saat itu terdapat delapan hakim konstitusi yang hadir dalam RPH, yaitu Saldi, Arief, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.

Dalam RPH pada 19 September 2023, Ketua MK Anwar Usman justru tidak hadir.

Hasil RPH menyatakan bahwa enam hakim konstitusi MK sepakat menolak permohonan pemohon.

Baca juga: Pasca-Putusan MK, PBB Tetap Komitmen Bersama Koalisi Indonesia Maju

Sebanyak 6 hakim juga tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka atau open legal policy pembentuk undang-undang.

Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda atau dissenting opinion.

Mahkamah lantas menggelar RPH berikutnya untuk memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan nomor 91/PUU-XXI/2023 yang juga menyoal syarat usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

RPH kedua itu dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi, tak terkecuali Anwar Usman.

Dalam RPH kedua itu beberapa hakim yang semula memosisikan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan pemohon dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres, Emil Dardak: Kita Hormati

Kejanggalan lain dalam proses pembahasan perkara itu juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Arief dalam dissenting opinion menyatakan, dia merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya.

"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion.

Keganjilan pertama, adalah soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda. Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Keganjilan lainnya adalah turut sertanya Anwar Usman atas salah satu perkara yang berakhir dikabulkan MK.

Baca juga: Yusril Anggap Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres Cacat Hukum Serius

Padahal dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 19 September 2023, ketiga perkara yang akhirnya ditolak MK, Perkara Nomor 29PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, Anwar Usman tidak hadir.

"Ketua malahan ikut membahas dan memutus kedua perkara a quo dan khusus untuk Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus dengan amar "dikabulkan sebagian". Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima dengan penalaran yang wajar," ucap Arief.

 

2. Jokowi Bukan Kita Lagi!

Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/10/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nymANTARA FOTO/Sigid Kurniawan Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/10/2023). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nym

Di saat kehidupan tengah “susah-susahnya” seperti kehidupan rakyat pada umumnya yang terwakili Udin pemasang gorden, Senin, 16 Oktober 2023 kemarin, kita menyaksikan dagelan “terlucu” sejak republik ini berdiri.

Mahkamah Konstitusi (MK) yang seharusnya bertindak sebagai garda penjaga konstitusi bermetamorfosis menjadi “Mahkamah Keluarga”.

Betapa tidak, kesakralan MK ternodai dengan lolosnya permohonan mahasiswa asal Solo sehingga frasa “berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum”.

Dengan menggunakan logika yang sederhana dan lupakan dengan kalimat yang “berbunga-bunga” bahwa permohonan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberi jalan kepemimpinan anak muda, manipulasi hukum melalui MK tersebut semuanya ditujukan untuk kepentingan politik.

Semula masyarakat begitu bungah membuncah termasuk seorang sahabat saya yang bergelar profesor hukum tata negara bahwa akhirnya MK menolak gugatan batasan usia minimal Capres dan Cawapres.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK, Alissa Wahid Berharap Jokowi Cegah Gibran Jadi Cawapres

Padahal hakim-hakim MK baru menyelesaikan tiga permohan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda dan perwakilan beberapa kepala daerah.

Saya yang terbiasa dengan pola pemahaman yang diajarkan dosen-dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk selalu membiasakan berpendapat usai seluruh gugatan tuntas di putus, sejak awal begitu meyakini dengan skenario “mengabulkan” uji materi tersebut yang sejak lama telah disiapkan rezim ini untuk melanggengkan jejaring kekuasaannya.

Keprihatinan terhadap “akrobat” politik yang tidak beradab dengan memanipulasi hukum begitu “telanjang” tidak urung mengundang keprihatinan sejumlah kalangan, baik seniman, akademisi, mantan duta besar, jurnalis senior hingga penggiat demokrasi.

Maklumat Juanda yang dinyatakan para tokoh tersebut usai putusan MK kemarin, memberi kita pemahaman yang obyektif dan jujur ketimbang suara anak-anak muda di PSI yang tidak sadar akan bahayanya politik dinasti.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK, Kaesang: Mungkin Buat Pak Wali Kota Solo “Nyawapres”

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri.

Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tidak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa.

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com