Salin Artikel

[POPULER NASIONAL] Siasat Anwar Usman Ubah Putusan MK | Jokowi Bukan Kita Lagi!

JAKARTA, KOMPAS.com - Ulasan tentang dugaan siasat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mempengaruhi hakim konstitusi lain dalam penanganan uji materi syarat batas usia capres-cawapres menjadi sorotan utama pembaca pada Selasa kemarin.

Upaya Anwar mempengaruhi hakim konstitusi lain untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materi diungkap oleh Hakim Saldi Isra.

Bahkan Saldi dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) sampai menyebut MK masuk ke dalam jebakan politik.

1. Saat Siasat Anwar Usman Ubah Putusan MK 180 Derajat Diungkap...

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengejutkan.

Putusan itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Dalam amar putusan itu disebutkan, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

Dalam amar putusan itu juga disampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat.

Saldi mengatakan, dia tidak setuju MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Saldi mengatakan hanya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengarkan keterangan presiden, DPR, pihak terkait, dan ahli.

Untuk memutus tiga perkara tersebut, MK lantas menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada 19 September 2023.

Pada saat itu terdapat delapan hakim konstitusi yang hadir dalam RPH, yaitu Saldi, Arief, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.

Dalam RPH pada 19 September 2023, Ketua MK Anwar Usman justru tidak hadir.

Hasil RPH menyatakan bahwa enam hakim konstitusi MK sepakat menolak permohonan pemohon.

Sebanyak 6 hakim juga tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka atau open legal policy pembentuk undang-undang.

Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda atau dissenting opinion.

Mahkamah lantas menggelar RPH berikutnya untuk memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan nomor 91/PUU-XXI/2023 yang juga menyoal syarat usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

RPH kedua itu dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi, tak terkecuali Anwar Usman.

Dalam RPH kedua itu beberapa hakim yang semula memosisikan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka tiba-tiba menunjukkan ketertarikan dengan model alternatif yang dimohonkan pemohon dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Kejanggalan lain dalam proses pembahasan perkara itu juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Arief dalam dissenting opinion menyatakan, dia merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya.

"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion.

Keganjilan pertama, adalah soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda. Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Keganjilan lainnya adalah turut sertanya Anwar Usman atas salah satu perkara yang berakhir dikabulkan MK.

Padahal dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 19 September 2023, ketiga perkara yang akhirnya ditolak MK, Perkara Nomor 29PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, Anwar Usman tidak hadir.

"Ketua malahan ikut membahas dan memutus kedua perkara a quo dan khusus untuk Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputus dengan amar "dikabulkan sebagian". Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima dengan penalaran yang wajar," ucap Arief.

Di saat kehidupan tengah “susah-susahnya” seperti kehidupan rakyat pada umumnya yang terwakili Udin pemasang gorden, Senin, 16 Oktober 2023 kemarin, kita menyaksikan dagelan “terlucu” sejak republik ini berdiri.

Mahkamah Konstitusi (MK) yang seharusnya bertindak sebagai garda penjaga konstitusi bermetamorfosis menjadi “Mahkamah Keluarga”.

Betapa tidak, kesakralan MK ternodai dengan lolosnya permohonan mahasiswa asal Solo sehingga frasa “berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum”.

Dengan menggunakan logika yang sederhana dan lupakan dengan kalimat yang “berbunga-bunga” bahwa permohonan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberi jalan kepemimpinan anak muda, manipulasi hukum melalui MK tersebut semuanya ditujukan untuk kepentingan politik.

Semula masyarakat begitu bungah membuncah termasuk seorang sahabat saya yang bergelar profesor hukum tata negara bahwa akhirnya MK menolak gugatan batasan usia minimal Capres dan Cawapres.

Padahal hakim-hakim MK baru menyelesaikan tiga permohan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda dan perwakilan beberapa kepala daerah.

Saya yang terbiasa dengan pola pemahaman yang diajarkan dosen-dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk selalu membiasakan berpendapat usai seluruh gugatan tuntas di putus, sejak awal begitu meyakini dengan skenario “mengabulkan” uji materi tersebut yang sejak lama telah disiapkan rezim ini untuk melanggengkan jejaring kekuasaannya.

Keprihatinan terhadap “akrobat” politik yang tidak beradab dengan memanipulasi hukum begitu “telanjang” tidak urung mengundang keprihatinan sejumlah kalangan, baik seniman, akademisi, mantan duta besar, jurnalis senior hingga penggiat demokrasi.

Maklumat Juanda yang dinyatakan para tokoh tersebut usai putusan MK kemarin, memberi kita pemahaman yang obyektif dan jujur ketimbang suara anak-anak muda di PSI yang tidak sadar akan bahayanya politik dinasti.

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri.

Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tidak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa.

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor.

https://nasional.kompas.com/read/2023/10/18/05050021/-populer-nasional-siasat-anwar-usman-ubah-putusan-mk-jokowi-bukan-kita-lagi-

Terkini Lainnya

Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggapi Pernyataan Maruf Amin, Hasto Kristiyanto: Kita Sudah Tahu Arahnya ke Mana

Tanggapi Pernyataan Maruf Amin, Hasto Kristiyanto: Kita Sudah Tahu Arahnya ke Mana

Nasional
Budi-Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil: Selalu Ada 'Plot Twist'

Budi-Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil: Selalu Ada "Plot Twist"

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Adik Sandra Dewi Jadi Saksi

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Periksa Adik Sandra Dewi Jadi Saksi

Nasional
Di Ende, Megawati Kukuhkan Pengurus 'Jaket Bung Karno'

Di Ende, Megawati Kukuhkan Pengurus "Jaket Bung Karno"

Nasional
Ingin Usung Intan Fauzi di Pilkada Depok, Zulhas: Masa yang Itu Terus...

Ingin Usung Intan Fauzi di Pilkada Depok, Zulhas: Masa yang Itu Terus...

Nasional
Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Nasional
Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Nasional
Resmikan Layanan Elektronik di Pekanbaru, Menteri AHY Harap Pelayanan Sertifikat-el Lebih Cepat dan Aman

Resmikan Layanan Elektronik di Pekanbaru, Menteri AHY Harap Pelayanan Sertifikat-el Lebih Cepat dan Aman

Nasional
Moeldoko: Tapera Tak Akan Ditunda, Wong Belum Dijalankan

Moeldoko: Tapera Tak Akan Ditunda, Wong Belum Dijalankan

Nasional
Megawati Kenang Drama 'Dokter Setan' yang Diciptakan Bung Karno Saat Diasingkan di Ende

Megawati Kenang Drama "Dokter Setan" yang Diciptakan Bung Karno Saat Diasingkan di Ende

Nasional
Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

BrandzView
Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Nasional
Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke