“Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," ujar Anwar Usman.
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Mahkamah menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam putusan ini, Anwar, hakim Manahan MP Sitompul, dan hakim Guntur Hamzah, sepenuhnya setuju untuk mengubah syarat capres-cawapres.
Sementara, hakim Daniel Yusmic Foekh dan hakim Enny Nurbaningsih menyatakan alasan berbeda meski sepakat pada putusan yang sama.
Lalu, ada empat hakim yang tak setuju MK mengabulkan gugatan ini, yakni, hakim Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Adapun dari tujuh gugatan syarat usia capres-cawapres yang diputuskan MK pada Senin kemarin, hanya satu yang dikabulkan.
Gugatan tersebut dimohonkan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru. Dalam gugatannya, Almas yang merupakan warga Surakarta ini mengaku mengagumi sosok Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam persidangan yang sama, hakim Saldi Isra yang menyatakan dissenting opinion, mengungkap bahwa secara keseluruhan, terdapat belasan permohonan uji materi syarat usia capres-cawapres yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Dari belasan perkara tersebut, hanya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengarkan keterangan presiden, DPR, pihak terkait, dan ahli.
Untuk memutus tiga perkara tersebut, MK menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada 19 September 2023. RPH dihadiri oleh delapan hakim konstitusi, yaitu, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.
“Tercatat, RPH tanggal 19 September 2023 tersebut tidak dihadiri oleh Hakim Konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman,” ujar hakim Saldi.
Hasil RPH menyatakan bahwa enam hakim konstitusi MK sepakat menolak permohonan pemohon. Enam hakim juga tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka atau opened legal policy pembentuk undang-undang.
Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda atau dissenting opinion.
Baca juga: Hakim Saldi Isra Ungkap Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Berubah Usai Anwar Usman Terlibat
Saldi melanjutkan, Mahkamah lantas menggelar RPH berikutnya untuk memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan nomor 91/PUU-XXI/2023 yang juga menyoal syarat usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q. RPH kedua itu dihadiri oleh sembilan hakim kosntitusi, tak terkecuali Anwar Usman.