Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

"Welcome to the Club", Gibran!

Kompas.com - 17/10/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA, tulis Jeffrey A. Winters, Profesor ilmu politik dari Northwestern University di Amerika Serikat dalam bukunya "Oligarchy," mengalami "dual transition" pasca-Soeharto lengser keprabon.

Transisi pertama adalah transisi yang lazim dikenal publik, yakni dari sistem politik diktator ke sistem politik yang lebih demokratis, seiring dengan liberalisasi ekonomi di sisi lainnya.

Selama ini, hanya transisi ini yang akrab digaungkan di ruang publik. Transisi ini digaungkan oleh kalangan mahasiswa dan aktivis, disampaikan oleh pengamat di depan kamera televisi, dibangga-banggakan oleh poltisi, dan diceramahkan oleh akademisi dan birokrat.

Sementara transisi lainnya, jarang disebut-sebut, transisi yang diteorikan oleh Jeffrey A. Winters di dalam bukunya, yaitu transisi dari satu model oligarki ke model oligarki lainnya.

"Sultanic oligarch" yang telah berhasil dijinakkan oleh Soeharto di eranya beralih ke "ruling oligarch" yang tidak lagi terkontrol oleh pemerintahan baru yang terbentuk pasca-Orde Baru.

Walhasil, kata Winters, Indonesia sebenarnya tidak bertransisi dari Otoritarianisme ala Soeharto ke demokrasi sebagaimana dipahami oleh negara-negara liberal Barat, tapi justru dari otoritarianisme bertransisi ke "criminal democracy" di mana para oligar menyebar dan bergerilya di dalam sistem politik, membeli pengaruh di dalam partai-partai politik, bahkan terlibat langsung di dalam pembentukan dan operasionalisasi partai-partai politik.

Pada mulanya, model criminal democracy ini berlangsung secara terselubung, mengekor di belakang proses demokrasi elektoral.

Para oligar ikut mendorong proses demokratisasi secara masif, berusaha menjauhkan kekuasaan dari peluang-peluang koruptif oleh satu tangan, lalu memungutnya pelan-pelan, memindahkannya ke dalam grup-grup bisnis, yang akan menambah daya tekan para oligar terhadap kekuasaan.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), para oligar berkeliaran di dalam sistem politik, membuat kepemimpinan nasional kala itu dianggap sebagai kepemimpinan paling plin-plan sepanjang sejarah, kepemimpinan yang lama dalam berkeputusan, karena harus mempertimbangkan berbagai kepentingan oligar yang wara-wiri di dalam sistem ekonomi politik nasional.

Di saat Indonesia bergeser ke era Jokowi, para oligar semakin leluasa. Mereka tidak saja berkuasa di ranah politik, tapi sudah masuk ke dalam sistem pemerintahan, menduduki pos-pos kementerian yang strategis secara ekonomi dan politik, alias langsung memberi tekanan dan pengaruh kepada penguasa baru di ruang rapat yang sama, di mana penguasa barunya dipoles seolah-olah sangat populis dan merakyat, tapi sesungguhnya sangat bergantung kepada para oligar dalam setiap keputusan yang diambil.

Dengan komposisi ekonomi politik pemerintahan yang demikian, Jokowi terperangkap di dalam sangkar oligarki, yang boleh jadi tak disangka oleh Jokowi sendiri.

Walhasil, dengan tensi oligarki yang sangat tinggi, perekonomian nasional sulit mencapai tingkat efisiensi yang tinggi layaknya negara-negara di kawasan Asia Timur yang sudah terlanjur melambung sejak era Orde Baru.

Pemerintah akan terus diarahkan untuk menambah utang bejibun, jauh melebihi raihan pemerintahan terdahulu, menginjeksikannya sebagai input ke dalam sistem perekonomian nasional, tapi gagal menghasilkan input sepadan.

Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati jejaring elite-elite yang berpadupadan dengan kekuasaan.

Pertumbuhan ekonomi berpotensi untuk terus stagnan, sama seperti sembilan tahun belakangan, penyerapan tenaga kerja stagnan (untung ada ojek online dan ecommerce), pengentasan kemiskinan sangat lemah, dan ketimpangan tidak berubah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com