Sebab, ditutupnya opsi revisi UU Pemilu lewat DPR membuat para pihak yang berkepentingan menjadikan MK sebagai satu-satunya pelarian untuk mengubah beleid yang tak selaras dengan kepentingan politiknya jelang pesta demokrasi.
" Jika MK mengabulkan permohonan ini, maka MK bukan hanya inkonsisten dengan putusan-putusan sebelumnya, tetapi juga kehilangan integritas dan kenegarawanan. MK akan menjadi penopang dinasti Jokowi, jika karena putusannya, Gibran bisa berlaga dan memenangi Pilpres (2024). Ini adalah cara politik terburuk yang dijalankan oleh penguasa dari semua presiden yang pernah menjabat," ujar Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, ketika dikonfirmasi, Selasa (10/10/2023).
Hendardi mengingatkan, sudah banyak pakar hukum yang menegaskan bahwa perkara batas usia untuk menduduki jabatan publik tertentu bukan isu konstitusional, melainkan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang tidak seharusnya diputus oleh MK.
Beberapa putusan terdahulu juga telah menegaskan posisi Mahkamah bahwa MK tak berwenang mengadili hal tersebut.
Namun, ironisnya, sidang pemeriksaan 3 perkara tadi sudah kelar pada 29 Agustus 2023, namun sampai sekarang MK tak kunjung menerbitkan putusan. MK seakan-akan gamang mengambil sikap.
Padahal, sikap Mahkamah yang enggan ikut campur perkara semacam ini pernah pula ditegaskan Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang awal perkara ini.
Saldi mengambil contoh putusan perkara 15/PUU-V/2007 dan 58/PUU-XVII/2019 yang pada intinya menegaskan bahwa batas usia untuk duduk di jabatan publik tertentu merupakan ranah pembentuk undang-undang (open legal policy). Konstitusi UUD 1945 tidak mengatur sama sekali batasan-batasan itu.
"Pertanyaan besar kami sebetulnya, mengapa kok didorong ke 35 (tahun)? Tidak ke 30? Atau 25?" tanya Saldi kepada Habiburokhman dan perwakilan pemerintah ketika itu.
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menjelaskan bahwa pembatasan usia capres-cawapres di berbagai dunia diatur secara berbeda-beda berdasarkan alasan masing-masing.
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Gugatan Batas Usia Cawapres Open Legal Policy
Hal itu menunjukkan bahwa diskursus soal usia capres-cawapres bukan sesuatu yang bersifat konstitusional sehingga harus diatur MK.
"Lazimnya batas usia ditentukan sebagai sebuah policy, bukan isu fixed yang tidak dapat diubah," kata pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu dalam sidang lanjutan gugatan usia minimum capres-cawapres di MK, Selasa (29/8/2023).
Seirama dengan itu, mantan Ketua MK Mahfud MD juga berpendapat bahwa urusan ini semestinya bukan urusan MK, kecuali majelis hakim punya pertimbangan yang rasional bila memutuskan sebaliknya.
"Biar dia melihat sendiri apakah benar ini open legal policy atau tidak. Kalau ini bukan open legal policy, ada masalah yang harus segera diselesaikan, apa alasannya? Itu harus jelas nanti di dalam putusannya," kata Mahfud, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: Pakar Mencatat MK Tujuh Kali Tolak Gugatan terkait Usia Jabatan Publik
Mantan hakim MK dua periode, Dewa Gede Palguna, juga berpandangan sama.
"Sekarang tinggal mencari ratio decidendi yang tepat, apakah ada alasan yang mendesak, atau apakah ada pertimbangan yang sama sekali tak bisa terhindarkan, untuk menggeser pertimbangan bahwa (usia minimum capres-cawapres dari semula) 40 tahun itu menjadi 35?" ungkap Palguna dalam acara Satu Meja The Forum, Rabu (9/8/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.