JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengungkap bagaimana dugaan upeti di Kementerian Pertanian (Kementan) ditarik paksa untuk sang Menteri Pertanian (Mentan) yang saat itu dijabat oleh Syahrul Yasin Limpo.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, Syahrul Yasin Limpo, ketika masih menjabat Mentan diduga menerima setoran dalam jumlah 4.000 sampai 10.000 dollar Amerika Serikat (AS) dari bawahannya.
Jumlah itu setara Rp 62.688.000 hingga Rp 156.720.000 jika dikonversi ke rupiah kurs 11 September 2023 (Rp 15.672).
“Dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing,” kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Baca juga: Sidang Praperadilan Syahrul Yasin Limpo Vs KPK Bakal Dipimpin Hakim yang Vonis Mario Dandy Satrio
Menurut KPK, penarikan upeti itu berlangsung dalam kurun waktu 2020 hingga 2023.
Uang dikumpulkan oleh orang kepercayaannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta.
Keduanya disebut mendapat titah dari Syahrul untuk mengumpulkan uang di lingkup eselon I dan II, seperti Direktur Jenderal Kepala Badan hingga Sekretaris di unit masing-masing.
Uang upeti yang disetorkan itu, menurut Tanak, bersumber dari pelaksanaan atau realisasi anggaran Kementan yang sudah digelembungkan.
“Termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementan,” kata Tanak.
Baca juga: Peras Bawahan, KPK Duga Syahrul Yasin Limpo dan 2 Anak Buahnya Nikmati Uang hingga Rp 13,9 M
KPK mengatakan, pungutan upeti di Kementan merupakan kebijakan personal Syahrul Yasin Limpo yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga intinya.
Uang itu kemudian digunakan Syahrul membeli barang mewah, termasuk membayar cicilan kartu kredit dan mobil bermerek.
“Untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik Syahrul,” ujar Tanak.
Selain upeti yang diminta secara paksa, KPK juga menduga politikus Partai Nasdem itu bersama dua bawahannya menerima pemberian lain yang masuk kategori gratifikasi.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang Dugaan Korupsi Syahrul Limpo ke Nasdem
Sejauh ini, KPK menduga Syahrul, Kasdi, dan Hatta menikmati uang panas sebesar Rp 13,9 miliar.
“Penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik,” kata Tanak.
KPK mengungkapkan, pengusutan dugaan korupsi di Kementan berawal dari laporan masyarakat.
Aduan itu kemudian diproses hingga akhirnya mulai diselidiki pada 5 Januari 2023. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru diterbitkan pada 26 September tahun yang sama.
Forum eskpose atau gelar perkara di KPK, disepakati tiga tersangka yakni, Syahrul, Kasdi, dan Hatta.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Upeti yang Diterima Syahrul Yasin Limpo Diduga Rp 62 Juta sampai Rp 156 Juta Per Bulan
Pasal 12 huruf e mengatur mengenai dugaan pemerasan dalam jabatan. Sementara, Pasal 12 B terkait penerimaan gratifikasi.
Meski sudah secara resmi mengumumkan Syahrul Yasin Limpo dan mantan anak buahnya sebagai tersangka, KPK baru menahan Kasdi.
Penahanan dilakukan setelah Kasdi dicecar penyidik selama sekitar sembilan jam dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
“Tim penyidik menahan tersangka kasdi untuk 20 hari pertama terhitung 11 Oktober 2023 sampai dengan 30 Oktober 2023 di Rutan KPK,” ujar Tanak.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Diduga Bayar Cicilan Alphard Pakai Uang Hasil Peras Bawahan
Sementara itu, Syahrul Yasin Limpo dan Hatta sedianya juga dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai tersangka.
Namun, mereka meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang. Syahrul beralasan perlu menengok ibunya yang telah berusia 88 tahun dan sedang sakit di kampung halamannya, Makassar, Sulawesi Selatan. Sedangkan Hatta mengaku perlu menengok mertuanya yang sakit di kampung halaman.
“Tersangka Syahrul dan tersangka Hatta hari ini mengkonfirmasi tidak bisa hadir. Untuk itu kami ingatkan kooperatif dan segera hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK,” kata Tanak mengingatkan.
Hanya beberapa waktu setelah perkara dugaan pemerasan itu resmi diumumkan, Syahrul menyatakan segera kembali ke Jakarta.
Syahrul Yasin Limpo mengaku akan menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi. Keterangan itu disampaikan melalui kuasa hukumnya, Febri Diansyah.
“Saya segera kembali ke Jakarta dan akan menjalani kewajiban hukum datang ke KPK,” kata Syahrul dalam keterangannya yang disampaikan Febri, Rabu (11/10/2023).
Baca juga: Tak Bisa Penuhi Panggilan KPK, Syahrul Yasin Limpo: Izinkan Saya Lebih Dulu Temui Ibu di Kampung
Syahrul mengaku merasa yakin bisa melewati proses hukum di KPK setelah bertemu dan “sungkem” dengan ibunya.
“Setelah tadi saya bertemu dan mencium tangan Ibunda, saya sungguh merasa menjadi lebih yakin akan bisa melewati semua ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Syahrul melalui Febri.
Sementara itu, Febri mengatakan, pihaknya menghormati KPK yang berwenang mengumumkan status hukum Syahrul.
Ia juga mengatakan Syahrul tetap berkomitmen menghadapi proses hukum di lembaga antirasuah.
“Namun demikian, selain menjalani proses hukum, Pak Syahrul juga berharap diberikan ruang yang cukup untuk melakukan pembelaan dalam proses hukum ini,” kata Febri Diansyah.
Baca juga: Segera ke Jakarta, Syahrul Yasin Limpo: Setelah Cium Tangan Ibu, Saya Lebih Yakin Lalui Ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.