JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua pertama Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sekaligus pakar kepemiluan, Ramlan Surbakti, menilai jajaran komisioner KPU RI yang sekarang pura-pura tidak tahu atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan sistem pembulatan ke bawah untuk menghitung kuota 30 persen caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Sebab, alih-alih menindaklanjuti putusan MA dengan melakukan revisi atas pasal-pasal itu, KPU justru dinilai mengulur waktu, termasuk meminta pendapat ahli hukum. Padahal, putusan MA dinilai sudah terang-benderang.
"Pasal yang mereka buat dibatalkan Mahkamah Agung, ketua dan anggota KPU terus bersandiwara kan. Dan untuk mencegah kehilangan muka, ketua dan anggota KPU terus mencari-cari alasan formalitas," ujar Ramlan dalam diskusi virtual, Jumat (6/10/2023).
Baca juga: Semua Parpol Peserta Pemilu 2024 Disebut Tak Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan
Sebagai informasi, Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tersebut awalnya membuat perhitungan 30 persen itu menghasilkan jumlah caleg perempuan yang lebih sedikit dari seharusnya karena sistem pembulatan ke bawah.
MA dalam putusannya mengembalikan aturan sesuai Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan sistem pembulatan ke atas, sebagaimana ketentuan yang berlaku pada Pemilu 2019.
Ramlan menegaskan bahwa para anggota KPU RI bukan orang yang tidak mengerti itu. Sebab, Ketua KPU RI yang sekarang, Hasyim Asy'ari adalah anggota KPU RI periode 2017-2022.
Sementara itu, tiga anggota lain, yakni Idham Holik, Yulianto Sudrajat, dan Betty Epsilon Idroos, merupakan komisioner KPU tingkat provinsi 2017-2022.
Baca juga: KPU Andalkan Niat Baik Parpol Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan
Kemudian, dua anggota KPU yang lain, Mochamad Afifuddin dan Parsadaan Harahap, adalah anggota Bawaslu tingkat pusat dan provinsi pada periode sebelumnya.
Selanjutnya, August Mellaz merupakan eks Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi yang aktif memantau isu kepemiluan.
"Ketua dan anggota KPU tahu betul apa arti ketentuan Pasal 245 UU Pemilu tersebut. Mereka bukan tidak tahu. Saya positif saja, saya tahu bahwa mereka tahu tapi tidak mau melaksanakan, atau tidak berani, atau apa pun alasannya," ujar Ramlan.
"Saya kira, kita semua ini tahu bahwa Ketua dan anggota KPU tahu bahwa apa yang mereka lakukan menyalahi undang-undang. KPU kita kan secara teknis mereka menguasai," kata doktor ilmu politik itu melanjutkan.
Baca juga: Perludem Heran KPU Tak Revisi Aturan Caleg Perempuan padahal Sudah Diputus MA
Sebagaimana diketahui, KPU tak kunjung melakukan revisi terkait aturan perhitungan caleg perempuan tersebut. Meski putusan MA itu terbit pada 29 Agustus 2023.
Kesempatan terakhir partai politik memperbaiki daftar calegnya, termasuk memenuhi jumlah 30 persen caleg perempuan, akhirnya pun telah ditutup pada akhir masa pencermatan Daftar Calon Tetap (DCT) pada 3 Oktober 2023 lalu.
KPU lantas mengatakan, hanya mengandalkan niat baik partai politik untuk memenuhi 30 persen caleg perempuan, dengan mengirim surat dinas kepada partai politik masing-masing untuk memedomani putusan tersebut sebelum masa pencermatan DCT berakhir.
Menanggapi aksi KPU tersebut, Ramlan menengarai bahwa lembaga penyelenggara pemilu itu enggan merevisi ketentuan itu karena hal itu akan merepotkan partai politik.
Partai politik harus mencari caleg perempuan tambahan, atau mencoret caleg laki-laki yang mungkin sudah mulai melakukan sosialisasi di lapangan, guna memenuhi sistem pembulatan ke atas hitungan 30 persen caleg perempuan.
"Ketua KPU ini kan doktor hukum. Itu teman saya konsultasi. Ini kok kenapa gitu? Kok bisa dipengaruhi. Vulgar sekali sekarang," katanya.
Baca juga: KPU Janji Revisi Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan Sebelum Penetapan DCT
Sementara itu, KPU RI beralasan soal mepetnya waktu untuk melakukan perubahan aturan, meskipun putusan itu sudah terbit sejak 29 Agustus 2023.
Proses revisi Peraturan KPU harus mengikuti tahapan yang dianggap panjang sebagaimana Pasal 75 ayat (4) UU Pemilu, termasuk di dalamnya uji publik hingga rapat konsultasi dengan pemerintah dan DPR.
"Tahapan pencalonan sebentar lagi akan selesai dengan ditandai adanya penetapan DCT (Daftar Calon Tetap). Berdasarkan norma tersebut, 3 November 2023, KPU harus sudah tetapkan DCT," kata Idham Holik kepada Kompas.com, Jumat.
Berdasarkan pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) atas Daftar Calon Sementara (DCS) yang dirilis KPU RI, tak satu pun dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024 yang memenuhi 30 persen caleg perempuan menurut sistem pembulatan ke atas.
Padahal, menurut Pasal 245 UU Pemilu, setiap partai politik harus memenuhi hal itu di setiap daerah pemilihan (dapil).
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) jadi partai terbanyak yang tak memenuhi 30 persen caleg perempuan, total di 31 dapil.
Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak memenuhi 30 persen caleg perempuan di 2 dapil, menjadikannya di urutan terbawah soal ketidakpatuhan memenuhi kebijakan afirmasi caleg perempuan itu.
Baca juga: Semua Parpol Peserta Pemilu 2024 Disebut Tak Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.