Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Benarkan Laporan soal BUMN Pasok Senjata untuk Junta Militer Myanmar

Kompas.com - 04/10/2023, 15:58 WIB
Singgih Wiryono,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima laporan terkait tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan impor senjata kepada junta militer Myanmar.

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, laporan tersebut baru diterima Selasa (3/10/2023) sore.

"Baru terima kemarin sore," ujar Hari saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (4/10/2023).

Hari mengatakan, saat ini laporan masih dianalisis dan ditelaah oleh dukungan layanan pengaduan.

Baca juga: 3 BUMN Dilaporkan Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar, Ini Respons Kemenlu

"Komnas HAM belum bisa mengambil sikap, (masih) menunggu telaah bagian pengaduan sesuai prosedurnya," ucap dia.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku masih mempelajari adanya dugaan suplai senjata dari tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia ke junta militer Myanmar.

Adapun laporan suplai senjata tersebut berasal dari sejumlah penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komnas HAM.

"Kami masih mempelajari laporan ini," kata Juru Bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan, Rabu (4/10/2023).

Iqbal tidak mengomentari lebih lanjut mengenai dugaan tersebut, mengingat laporan yang masuk masih terus dipelajari.

Dugaan jual senjata

Sebagai informasi, dikutip Reuters, para penggiat HAM mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan BUMN ke Myanmar.

Tiga BUMN tersebut adalah PT PINDAD, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).

Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, bahkan telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10/2023).

Baca juga: Prajurit TNI Jual Senjata Api Patut Dihukum Berat demi Efek Jera

Menurut mereka, desakan diperlukan mengingat Indonesia telah berusaha mendorong rekonsiliasi untuk Myanmar.

Organisasi yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman.

Dalam pengaduannya, mereka menuduh tiga BUMN yang merupakan produsen senjata telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North.

Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar.

Para aktivis mengatakan, Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.

Baca juga: Jual Senjata Tajam ke Gangster, 2 Remaja di Karawaci Ditangkap Polisi

Pelapor khusus PBB untuk Myanmar pada Mei lalu sempat melaporkan, militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya 1 miliar dollar AS sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.

Diketahui, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.

Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.

Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer.

Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com