Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan, laporan tersebut baru diterima Selasa (3/10/2023) sore.
"Baru terima kemarin sore," ujar Hari saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (4/10/2023).
Hari mengatakan, saat ini laporan masih dianalisis dan ditelaah oleh dukungan layanan pengaduan.
"Komnas HAM belum bisa mengambil sikap, (masih) menunggu telaah bagian pengaduan sesuai prosedurnya," ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku masih mempelajari adanya dugaan suplai senjata dari tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia ke junta militer Myanmar.
Adapun laporan suplai senjata tersebut berasal dari sejumlah penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komnas HAM.
"Kami masih mempelajari laporan ini," kata Juru Bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal kepada wartawan, Rabu (4/10/2023).
Iqbal tidak mengomentari lebih lanjut mengenai dugaan tersebut, mengingat laporan yang masuk masih terus dipelajari.
Dugaan jual senjata
Sebagai informasi, dikutip Reuters, para penggiat HAM mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan BUMN ke Myanmar.
Tiga BUMN tersebut adalah PT PINDAD, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, bahkan telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10/2023).
Menurut mereka, desakan diperlukan mengingat Indonesia telah berusaha mendorong rekonsiliasi untuk Myanmar.
Organisasi yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman.
Dalam pengaduannya, mereka menuduh tiga BUMN yang merupakan produsen senjata telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North.
Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar.
Para aktivis mengatakan, Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar pada Mei lalu sempat melaporkan, militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya 1 miliar dollar AS sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.
Diketahui, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer.
Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/04/15580221/komnas-ham-benarkan-laporan-soal-bumn-pasok-senjata-untuk-junta-militer