Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2023, 10:08 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh mengeklaim akan mengorganisasi mogok nasional setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU, Senin (2/10/2023).

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengakui bahwa hal itu disengaja untuk menekan parlemen, pemerintah, dan MK.

"Kalau lah keadilan tidak bisa kami dapatkan di ruang-ruang sidang MK, maka keadilan akan kami cari di jalan-jalan," ucapnya selepas sidang pembacaan putusan, Senin.

"Negeri ini bukan milik hakim-hakim MK, 9 orang yang menentukan masa depan ratusan juta buruh dan keluarganya. Negeri ini tidak bergantung pada hakim-hakim MK," ia menambahkan.

Baca juga: Gugatan Buruh Ditolak, MK Putuskan Perppu Cipta Kerja Tak Cacat Formil

Iqbal menegaskan, pihaknya menolak keras putusan MK yang menyatakan tidak ada cacat formil dalam penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU.

Ia mengaku, elemen buruh akan merapatkan rencana itu pada awal bulan ini. Pemogokan itu diklaim akan terjadi pada akhir Oktober atau awal November 2024.

Di sisi lain, Iqbal menilai putusan ini bernuansa politis. Perubahan susunan hakim konstitusi, menurutnya, menjadi salah satu indikasinya.

"Perubahan satu hakim MK dalam hal ini Aswanto menjelaskan, Partai Buruh berpendapat, ada 'konspirasi jahat' dari DPR dan pemerintah," ujar dia.

Baca juga: Buruh Padati Kawasan Patung Kuda, Tuntut Cabut UU Cipta Kerja

"Karena dari pembacaan tadi, menjelaskan hakim yang menggantikan hakim Aswanto adalah penentu putusan tadi yang sekarang berbalik 4 pro kepada penggugat dan 5 kepada pemerintah dan DPR RI," tambah Iqbal.

Sebagai informasi, 4 orang hakim konstitusi menyampaikan "dissenting opinion" atau pendapat berbeda terhadap sikap MK hari ini.

Empat hakim itu, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo. Komposisi 4 hakim penolak ini konsisten dengan putusan pertama terkait UU Ciptaker pada 2020 silam.

Pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker inkonstitusional, 4 orang hakim itu pula yang memutusnya cacat formil.

Ketika itu, pandangan mereka merupakan pandangan mayoritas (5 hakim) karena eks hakim konstitusi Aswanto juga menilainya cacat formil.

Kini, Aswanto sudah tidak bertugas di MK setelah dilengserkan DPR, digantikan dengan eks Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah.

Sebaliknya, 4 hakim konstitusi yang pada 2020 menganggap UU Ciptaker tidak cacat formil, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Daniel Yusmic, dan Manahan Sitompul, pada putusan hari ini tetap menyatakan bahwa UU yang dikritik banyak buruh itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Kini, mereka ada di kubu mayoritas setelah Guntur Hamzah, pengganti Aswanto, dalam putusan hari ini menyatakan UU Ciptaker versi 2023 konstitusional.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Nasional
Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Nasional
Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Nasional
TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

Nasional
TKN: Prabowo Disebut 'Gemoy' Itu Anugerah

TKN: Prabowo Disebut "Gemoy" Itu Anugerah

Nasional
Hakim Agung Gazalba Kembali Ditahan KPK, Kali Ini Kasus TPPU dan Gratifikasi

Hakim Agung Gazalba Kembali Ditahan KPK, Kali Ini Kasus TPPU dan Gratifikasi

Nasional
Lekat dengan Gimik 'Gemoy', Jubir TKN Tegaskan Prabowo Tetap Kedepankan Gagasan

Lekat dengan Gimik "Gemoy", Jubir TKN Tegaskan Prabowo Tetap Kedepankan Gagasan

Nasional
Sekjen Hanura Kodrat Shah Meninggal Dunia di RS Abdi Waluyo

Sekjen Hanura Kodrat Shah Meninggal Dunia di RS Abdi Waluyo

Nasional
Setuju Capres-Cawapres Adu Gimik, Cak Imin: Daripada Cari Kesalahan Kompetitor

Setuju Capres-Cawapres Adu Gimik, Cak Imin: Daripada Cari Kesalahan Kompetitor

Nasional
Target Menangkan Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024, PKB Akan Lakukan Kampanye Door-to-Door

Target Menangkan Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024, PKB Akan Lakukan Kampanye Door-to-Door

Nasional
Baru 4 Bulan Bebas, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Pakai Rompi Oranye KPK

Baru 4 Bulan Bebas, Hakim Agung Gazalba Saleh Kembali Pakai Rompi Oranye KPK

Nasional
Aiman Ceritakan Situasi Rumahnya saat Di-'bell' Pihak Kepolisian Tengah Malam

Aiman Ceritakan Situasi Rumahnya saat Di-"bell" Pihak Kepolisian Tengah Malam

Nasional
KPK Minta Sekolah Bangun Ekosistem Antikorupsi

KPK Minta Sekolah Bangun Ekosistem Antikorupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com