Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/10/2023, 16:33 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai UU tak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.

Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang dihadiri 9 hakim konstitusi, Senin (2/10/2023).

Kendati demikian, empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo, berselisih pandangan (dissenting opinion).

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Di Balik Pengesahan Perppu Cipta Kerja: Mikrofon Demokrat Mati, PKS Walkout, hingga Terima Kasih Pemerintah

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Pertama, pemohon mendalilkan bahwa penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat, padahal perppu itu diteken Presiden Joko Widodo pada masa sidang kedua.

Mahkamah menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan perppu itu menjadi undang-undang, sebab Perppu Ciptaker bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor. Majelis hakim juga menilai, parlemen tidak buang-buang waktu untuk mereview perppu itu sejak menerima surat presiden.

Kedua, pemohon menilai bahwa penerbitan perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Akan tetapi, MK mengamini argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan, bahwa Perppu Ciptaker itu genting untuk diteken.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Disahkan Jadi UU, Pemerintah: Terima Kasih, DPR...

Kegentingan itu berupa "krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19".

Perdebatan soal kegentingan yang memaksa itu, menurut Mahkamah, sudah selesai ketika DPR menyetujui penetapan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang.

Ketiga, soal ketiadaan partisipasi bermakna publik dalam pembentukan undang-undang itu, MK juga menilainya tak beralasan menurut hukum. Menurut majelis hakim, partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada undang-undang yang sifatnya menetapkan perppu, sebab perppu membutuhkan waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.

Baca juga: Protes Perppu Ciptaker, BEM UI Buat Meme DPR Rumahnya Tikus

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan putusan.

"Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," lanjutnya.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh 15 pemohon berbentuk serikat/konfederasi serikat buruh, dengan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana cs sebagai advokat.

Pada sidang pembacaan putusan hari ini, masih terdapat 4 perkara sejenis yang putusannya belum dibacakan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Lagi, 2 Prajurit TNI Gugur Usai Diserang KKB di Nduga

Lagi, 2 Prajurit TNI Gugur Usai Diserang KKB di Nduga

Nasional
Ini Tema Debat Pilpres 2024, Ada Pajak Karbon hingga 'Post-COVID Society'

Ini Tema Debat Pilpres 2024, Ada Pajak Karbon hingga "Post-COVID Society"

Nasional
KPU: Debat Capres Digelar 3 Kali, Cawapres 2 Kali

KPU: Debat Capres Digelar 3 Kali, Cawapres 2 Kali

Nasional
Bahas Etika, Sudirman Said Bakal Bagikan Buku Karyanya ke Tiga Pasangan Capres-Cawapres

Bahas Etika, Sudirman Said Bakal Bagikan Buku Karyanya ke Tiga Pasangan Capres-Cawapres

Nasional
Prabowo-Gibran Belum Turun Kampanye, TKN Yakin Tak Pengaruhi Elektabilitas

Prabowo-Gibran Belum Turun Kampanye, TKN Yakin Tak Pengaruhi Elektabilitas

Nasional
Gandeng Baznas RI, BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Warga Palestina

Gandeng Baznas RI, BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Warga Palestina

Nasional
Nawawi Sebut KPK Monitor Anggaran Pemilu Senilai Rp 70,5 Triliun Lebih

Nawawi Sebut KPK Monitor Anggaran Pemilu Senilai Rp 70,5 Triliun Lebih

Nasional
Timnas Amin: Pak Prabowo Luar Biasa, Sudah Bisa Joget 'Gemoy'

Timnas Amin: Pak Prabowo Luar Biasa, Sudah Bisa Joget "Gemoy"

Nasional
KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 Siap Berangkat Misi Kemanusiaan untuk Bantu Korban di Gaza

Nasional
Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Data Pemilih Diduga Bocor, Sudirman Said Minta KPU Lebih Hati-hati

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Hakim Agung Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Eks Menteri KKP Edhy Prabowo

Nasional
Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Timnas Amin Sebut Gimik dan Gagasan Sama-sama Diperlukan

Nasional
Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Pose Anies-Muhaimin Paling Beda di Surat Suara, Sudirman Said: Kebetulan, Siapa Tahu Jalan Kemenangan

Nasional
TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

TKN Sebut Kehadiran Gibran sebagai Representasi Anak Muda di Pemilu Jadi Sejarah

Nasional
TKN: Prabowo Disebut 'Gemoy' Itu Anugerah

TKN: Prabowo Disebut "Gemoy" Itu Anugerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com