Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsul Sani Jadi Hakim MK, DPR Diingatkan Tak Intervensi Kekuasaan Kehakiman

Kompas.com - 27/09/2023, 18:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mengingatkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tak mengintervensi kekuasaan kehakiman.

Sebab, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani terpilih sebagai hakim konstitusi usulan Parlemen.

“DPR hanya lembaga negara yang berwenang mengusulkan calon hakim konstitusi. Hakim konstitusi yang terpilih independen dan tidak bertanggung jawab kepada DPR,” kata peneliti PSHK, Violla Reininda kepada Kompas.com, Rabu (27/9/2023).

Baca juga: Sentilan Mahfud ke MK: Uji Materi Usia Capres-Cawapres Sederhana, tapi Lama Diputus

Violla mengatakan, hakim konstitusi usulan DPR kerap kali dianggap sebagai perpanjangan tangan Parlemen di MK. Padahal, paradigma demikian merupakan kekeliruan fatal yang dapat merusak logika checks and balances kekuasaan negara.

Sekalipun diusulkan oleh DPR, hakim MK tidak mewakili kepentingan legsilator. Perkara yang diputus MK tidak merujuk pada agenda DPR semata.

Ke depan, DPR diingatkan untuk tidak melakukan recall atau penarikan hakim konstitusi usulan DPR, terlepas dari bagaimanapun pendirian hakim tersebut dalam memutus perkara. Hal ini dinilai mengancam independensi dan keamanan hakim.

“Hakim Konstitusi usulan DPR yang terpilih bersikap independen, imparsial, dan tidak berperan sebagai perpanjangan tangan DPR di kekuasaan kehakiman,” ujar Violla.

Baca juga: Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Belum Keluar, Cak Imin: Pemilu Sudah Dekat, Masih Ribet Saja

PSHK pun berpendapat, proses seleksi hakim MK yang digelar DPR pada 25-26 September kemarin terburu-buru, dipaksakan, tidak cukup transparan, dan tak partisipatif.

Proses seleksi ini menyimpang dari Pasal 20 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Ketentuan itu menyebutkan bahwa seleksi hakim konstitusi harus dilakukan secara objektif, akuntabel, transparan, dan terbuka.

Sementara, berdasarkan pemantauan PSHK pada agenda DPR, tidak ditemukan informasi mengenai pembukaan seleksi hakim MK. Nama-nama calon hakim pun muncul secara tiba-tiba.

“Selain itu, proses yang terburu-buru dan singkat, tidak cukup memungkinkan adanya partisipasi publik secara luas dalam setiap tahapan seleksi, bahkan untuk melakukan pemantauan secara langsung di DPR,” kata Violla.

Model seleksi yang dilakukan oleh panel anggota Komisi III DPR secara langsung juga dinilai berpotensi memunculkan konflik kepentingan.

Ketika terdapat calon kandidat yang berlatar belakang sebagai anggota legislatif, objektivitas proses seleksi dan pengambilan keputusan pun dipertanyakan.

“PSHK mendesak agar DPR menyempurnakan standar seleksi hakim konstitusi dengan melibatkan panel ahli pada wawancara untuk menghindari conflict of interest, membuka proses seleksi secara transparan sejak tahap awal, serta melibatkan partisipasi publik yang luas untuk memantau proses dan memberikan masukan terhadap calon hakim konstitusi,” tutur Violla.

Sebelumnya diberitakan, Komisi III DPR RI memutuskan Arsul Sani sebagai hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams, yang telah memasuki masa purnabakti pada Januari 2024.

Baca juga: Hakim MK Terpilih Arsul Sani Punya Harta Rp 31,2 M

Penetapan Arsul Sani sebagai hakim konstitusi berjalan mulus. Sembilan fraksi di Komisi III setuju memberikan dukungannya kepada politikus senior PPP itu.

“Jadi sembilan fraksi, semuanya mengusulkan satu nama Bapak Doktor Arsul Sani," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir saat mengumumkan hasil rapat pleno pengambilan keputusan pasca fit and proper test di ruang rapat Komisi III DPR-RI, Selasa (27/9/2023).

Terpilihnya Arsul Sani menggugurkan enam kandidat lainnya yakni Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Hirida Hasan dan Abdul Latif.

Ketua Komisi III DPR-RI Bambang Wuryanto mengatakan, Arsul terpilih karena dinilai sudah khatam dalam pembuatan undang-undang.

Selain itu, ia menyebut bahwa ada kegusaran dari DPR karena seringkali produk Undang-Undang yang mereka buat dipatahkan dalam proses judicial review di MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron Ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com