Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/09/2023, 05:05 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Institute for Social Development (IISD) meminta pemerintah untuk memperketat pengaturan zat adiktif berupa produk tembakau melalui Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Sebab, salah satu bagian rancangan PP yang sedang disusun meliputi pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau sebagaimana mandat Pasal 152 UU Kesehatan.

Tercatat dalam UU tersebut, produk tembakau diatur dalam beberapa pasal, antara lain ketentuan rokok elektrik, larangan iklan, kawasan tanpa rokok, display produk, dan larangan penjualan ketengan.

"Draft RPP bagian zat adiktif sudah relatif bagus, pemerintah tak boleh ragu lagi, segera sahkan. Jangan sampai masuk angin, terutama oleh manuver kepentingan industri," kata Program Director IISD Ahmad Fanani dalam siaran pers, Senin (25/9/2023).

Baca juga: Rokok Ilegal Senilai Rp 3 Miliar Dimusnahkan, Peredaran di Bali Meningkat 10 Kali

Fanani mengatakan, aturan tersebut perlu digodok lantaran beleid tentang zat adiktif di bawah rezim PP 109 Tahun 2012 tidak kunjung ada kemajuan.

Selama 10 tahun terakhir, ia menyebut bahwa perokok anak terus naik meski ada PP tersebut. Terlebih, 80 persen perokok mulai merokok saat berusia anak-anak, yaitu di bawah 18 tahun.

Ia mengungkapkan, pengetatan rokok tidak bisa ditoleransi lagi dengan alasan kepentingan ekonomi atau petani.

Faktanya, menurut Fanani, industri rokok tumbuh signifikan selama 20 tahun terakhir tetapi nasib petani tembakau tidak berubah.

"Sebagai negara yang dibangun di atas visi keadilan sosial, kalkulasi ekonomi dan industri tidak boleh meminggirkan kepentingan kesehatan yang merupakan hak dasar warga negara, dan determinan penting bagi gelap-terangnya masa depan bangsa," ujarnya.

Baca juga: Bakal Ada Larangan Jual Rokok Eceran, Gimana Nasib Pedagang Kaki Lima?

Fanani lalu mengutip laporan keuangan tahunan industri rokok di Tanah Air.

Menurut Fanani berdasarkan laporan keuangan tahunan tersebut, penjualan rokok cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa perusahaan rokok terbesar di Indonesia mencatatkan penjualan bersih yang makin meningkat selama 20 tahun terakhir.

Sementara itu, data Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2022 Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa jumlah petani di lima wilayah perkebunan tembakau terbesar di Indonesia mengalami penurunan.

Total petani tembakau sebesar 597.966 pada 2021, lalu menurun menjadi 520.539 petani pada tahun 2022.

"Tidak ada gunanya SDM (sumber daya manusia) yang unggul dan berdaya saing, tanpa didukung kesehatan optimal yang merupakan bantalan vital produktivitas. Pandemi Covid-19 membuka mata kesadaran kita betapa mahal harga yang harus dibayar dari bencana kesehatan," katanya.

Baca juga: 9 Efek Samping Rokok Elektrik untuk Kesehatan

Sebagai informasi, Indonesia merupakan salah satu pasar rokok terbesar di dunia.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pasar rokok Indonesia menempati urutan ketiga setelah tiongkok dan India.

Berdasar data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), 323,88 miliar batang rokok diproduksi pada tahun 2022, naik lebih dari 100 miliar batang dibanding tahun 2005 yang hanya 222 miliar batang.

Saat ini, pemerintah tengah merancang aturan turunan UU Kesehatan. UU ini mendelegasikan 108 pasal yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

Rinciannya, 101 pasal didelegasikan dalam PP, dua pasal dalam Perpres, dan lima pasal didelegasikan dalam Permenkes.

Baca juga: Setiap Batang Rokok di Kanada Akan Dilengkapi dengan Label Peringatan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com