JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI kompak mengklaim siap menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 yang akan dipercepat pemerintah, dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September 2024.
Rencana ini akan diwujudkan pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada, yang usulnya telah dipaparkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (20/9/2023).
"KPU ini mengerjakan tugas berdasarkan undang-undang. Kalau ada perubahan undang-undang terkait pilkada, tentu kami akan menyelenggarakan pilkada sesuai dengan perubahan undang-undang tersebut," ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang hadir di dalam rapat kerja itu, Rabu tengah malam.
Baca juga: Mendagri Resmi Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024, Ini Isinya
Senada dengan KPU, Bawaslu RI juga menyatakan hal yang sama. Selaku penyelenggara pemilu, mereka akan bekerja melaksanakan undang-undang yang ada.
"Kami mengikuti apa yang diputuskan, namun ada beberapa catatan yang harus dipenuhi," kata anggota Bawaslu RI, Herwyn JH Malonda, dalam kesempatan yang sama.
Herwyn menyoroti soal proses penyelesaian sengketa hasil pemilu yang harus dipercepat supaya tidak bertubrukan dengan tahapan pilkada.
Ia juga menyoroti potensi kerawanan dari segi perbantuan personel keamanan dan produksi serta distribusi logistik yang terpaksa dilakukan dalan waktu yang sangat singkat karena jarak antara pemilu dengan pilkada semakin pendek.
Kemudian, Herwyn juga menyinggung perlunya penambahan honorarium bagi pengawas pemilu ataupun menambah jumlah pengawas itu sendiri.
Baca juga: Kebut Pilkada, Pemerintah Usul Masa Kampanye Calon Kepala Daerah Cuma 30 Hari
Dalam pemaparannya, Mendagri Tito Karnavian mengeklaim bahwa UU Pilkada mengamanatkan keserentakan pelantikan pejabat di daerah, baik legislatif maupun eksekutif, pada tahun yang sama.
UU itu juga dianggap mengamanatkan supaya pelantikan pejabat daerah dilakukan pada tahun yang sama dengan pejabat di tingkat pusat.
Oleh karenanya, pemerintah mengusulkan Perppu Pilkada guna mempercepat pelaksanaan Pilkada 2024.
Tito menilai bahwa keserentakan itu akan merapikan tata kelola pemerintahan dari pusat sampai daerah yang selama ini dianggap tidak sinkron karena masa jabatan yang tidak serentak dan bervariasi.
Ia memberi contoh bahwa kota/kabupaten dalam provinsi yang sama bisa jadi mempunyai Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tak sinkron satu sama lain karena tak didesain serentak.
Begitu pula, provinsi di pulau yang sama juga berlainan RPJMD-nya dan tak saling menopang. Belum lagi membandingkannya dengan RPJM tingkat nasional yang boleh jadi juga tak sama.
Baca juga: Kebut Pilkada, Pemerintah Akan Larang Bakal Calon Kepala Daerah Ajukan Gugatan ke MA
Tito beranggapan bahwa situasi yang kerap tidak singkron tersebut menghambat pembangunan nasional, Sebab, banyak proyek strategis tak dieksekusi dengan baik lantaran perbedaan di tingkat daerah tadi.
Di samping itu, jika pilkada tak dipercepat, pemerintah khawatir pada 2025 nanti ada 545 daerah yang akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang notabene bukan jabatan definitif.
Sebab, menurut UU Pilkada, tak ada lagi kepala daerah definitif setelah 31 Desember 2024. Sementara Penjabat (pj) kepala daerah tak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dan kebijakan strategis.
Menurut Tito, hal-hal tadi sudah memenuhi unsur kemendesakan yang menjadi prasyarat terbitnya perppu.
Baca juga: Komisi II DPR Akan Bahas Isi Perppu Pilkada Bareng KPU dkk
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.