Hal ini disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas yang membahas soal narkoba di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/9/2023).
Baca juga: BNN Pastikan Pemberantasan Narkoba dengan Cara Extraordinary, Serupa Tangani Inflasi-Stunting
Jokowi juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus lebih tegas terhadap kasus penyalahgunaan narkoba. Sebab aparat penegak hukum juga kerap terlibat di dalam peredaran narkoba.
"Kita tahu juga banyak oknum aparat penegak hukum kita yang di dalamnya. Ini menjadi catatan dan tindakan tegas harus diberikan kepada mereka," tutur Presiden.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Petrus Golose memastikan pemberantasan narkoba di Tanah Air dilakukan secara extraordinary atau luar biasa.
Langkah ini serupa dengan cara pemerintah ketika menangani inflasi dan stunting.
Petrus mengatakan, dalam rapat terbatas tersebut, Presiden telah memberikan arahan ke jajaran di bawahnya mengenai penanganan narkoba.
"Untuk penanganan narkotika akan dilaksanakan secara extraordinary. Secara extraordinary sama dengan pelaksanaan kita melaksanakan penanganan terhadap inflasi dan juga stunting," ujar Petrus usai mengikuti rapat terbatas.
Baca juga: Wacana Libatkan TNI di Rehabilitasi Narkoba Dinilai Menambah Masalah
Petrus mengatakan bahwa ada 10 daerah yang masuk dalam skala prioritas penanganan secara luar biasa terkait pemberantasan narkoba. Salah satunya adalah Sumatera Utara.
Petrus juga menjelaskan, penanganan secara extraordinary yang dimaksud nantinya tetap dalam koridor penegakan hukum, pencegahan, dan rehabilitasi.
Terlebih lagi, saat ini angka prevalensi pengguna narkoba di Indonesia mencapai 1,95 persen atau setara dengan 3,66 juta orang.
"Ini yang menjadi catatan bagi kita. Dan kalau kita lihat bersama bahwa terutama di Sumut, jumlah tahanan atau narapidana sangat tinggi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Berarti juga banyak pengguna yang harus kita rehabilitasi," pungkas Petrus.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendesak Polri menjelaskan mengapa red notice Fredy baru diterbitkan setelah sembilan tahun buron.
Bambang mengingatkan bahwa jargon "Presisi" yang dicetuskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengharuskan kepolisian menyampaikan penjelasan kepada publik.
"Semangat transparansi berkeadilan dalam jargon Presisi mengharuskan polisi untuk memberikan penjelasan kepada publik secara terbuka," kata Bambang kepada Kompas.com, Kamis.
Di sisi lain, Bambang menilai, lambatnya penangkapan Fredy memunculkan asumsi di tengah publik bahwa ada keterlibatan di internal Korps Bhayangkara dalam peredaran narkoba di Indonesia.