MUHAIMIN Iskandar (Cak Imin) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pergi tanpa pamit dari koalisi Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar yang digalang bakal capres Prabowo Subianto.
Jaraknya hanya dua tiga hari dari pidato politik Prabowo yang mengumumkan secara resmi nama koalisinya, yaitu Koalisi Indonesia Maju, di acara perayaan Hari Ulang Tahun PAN ke-25 di Jakarta pada 28 Agustus 2023.
Cak Imin sepertinya sudah memahami kedudukannya meraih posisi cawapres mulai berat ketika deklarasi kerja sama empat partai politik koalisi besar Prabowo itu dibacakan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jakarta pada 13 Agustus 2023.
Sebab, bukan hanya dirinya yang menginginkan kursi cawapres, sudah barang tentu PAN dan Partai Golkar juga mengincar tempat yang sama.
Adapun PAN mengusung nama Erick Thohir, sementara Partai Golkar menyodorkan nama ketua umumnya Airlangga Hartarto. Keduanya memiliki keunggulan komparatif dibanding Cak Imin.
Erick Thohir memiliki kekuatan finansial dan jaringan luas yang bisa didistribusikan bukan hanya untuk kebutuhannya dalam proses kandidasi menjadi cawapres, tapi juga membiayai perjuangan politik PAN di Pemilu 2024.
Apalagi beberapa polling di pelbagai lembaga survei dalam beberapa waktu terakhir, nama Erick Thohir kerap berada di posisi teratas sebagai cawapres potensial Pilpres 2024.
Sementara, Airlangga adalah Ketua Umum Partai Golkar yang memiliki basis elektoral kepartaian kuat. Adapun Partai Golkar merupakan partai kedua dengan perolehan kursi terbanyak setelah PDI Perjuangan, yaitu 85 kursi di DPR RI.
Dua hal ini yang menjadi pertimbangan Cak Imin kala mengambil keputusan cepat menginggalkan Prabowo.
Meski Cak Imin dan PKB disebut-sebut oleh lembaga survei sebagai kandidat dan partai politik potensial di basis-basis pemilih Nahdliyin, khususnya Jawa Timur yang merupakan wilayah dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) nomor dua terbesar di Indonesia, Cak Imin tidak ingin mengambil risiko lebih bilamana dirinya gagal menjadi cawapres.
Lebih lagi, Cak Imin tidak ingin masuk dalam skenario ideal yang jamak dipergunakan dalam proses kandidasi Pilpres dengan konsensus pasangan Jawa dan non-Jawa.
Asumsinya adalah Prabowo bersuku Jawa, sementara Cak Imin juga bersuku Jawa. Pada proposisi ini, pasangan Prabowo-Erick Thohir (non-Jawa) akan dianggap lebih ideal daripada pasangan Prabowo-Cak Imin.
Selain itu, Cak Imin tidak ingin pula masuk dalam skenario kuantitatif yang membandingan suara partai dalam menentukan posisi capres dan cawapres dalam proses kandidasi.
Asumsinya adalah meski kursi Partai Golkar (85 kursi) lebih banyak dari kursi Partai Gerindra (78 kursi) di DPR RI, tetapi secara nasional, perolehan suara Partai Gerindra lebih tinggi daripada Partai Golkar.
Suara Partai Gerindra 17.596.839 suara, sementara Partai Golkar sebanyak 17.229.789 suara.