Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjajakan Pesawat Tempur ala Prabowo, antara CAATSA dan Geopolitik

Kompas.com - 31/08/2023, 14:22 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto kembali menjajaki pembelian pesawat tempur untuk memperkuat pertahanan udara (hanud) Indonesia.

Dalam kunjungan ke The Boeing Company, St Louis, Amerika Serikat, Senin (21/8/2023), Prabowo menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen membeli 24 unit jet tempur F-15EX.

Baca juga: Temui Menhan AS di Pentagon, Prabowo Pererat Bilateral dan Bahas Modernisasi Militer Indonesia melalui Pesawat Tempur

Komitmen itu belum berarti kontrak pembelian. Komitmen ditandai dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman yang dilakukan oleh Kepala Badan Saranan Pertahanan Kemenhan Marsekal Muda Yusuf Jauhari dan Wakil Presiden Direktur Boeing Mark Sears.

Dalam kunjungannya ke "Negeri Paman Sam", Prabowo juga menyaksikan penandatangan head of agreement (HOA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Gita Amperiawan dan Vice President of Global Business Development Sikorsky Jeff White, di pabrikan Lockheed Martin, Washington, pada Rabu (23/8/2023).

Indonesia berencana membeli 24 unit Helikopter Sikorsky S-70M Black Hawk dari pabrikan Lockheed Martin.

Ancaman CAATSA

Sebelum ini, Indonesia juga telah memesan 42 unit jet tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Perancis.

Indonesia telah menyelesaikan kontrak fase dua dengan Dassault Aviation. Saat ini, Indonesia tinggal menunggu kedatangan 24 unit Rafale dari Dassault.

Baca juga: Menhan Prabowo Datangi Boeing, Nyatakan Indonesia Komitmen Beli 24 Jet Tempur F-15EX

Pengamat militer dan industri pertahanan Alman Helvas Ali mengatakan, penjajakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia ke negara-negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Uni Eropa merupakan pilihan yang logis saat ini.

"Pengadaan alutsista Indonesia sebagian besar mengandalkan Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang berasal dari lembaga keuangan Barat. Lembaga keuangan Barat tidak ingin terkena sanksi dari Amerika Serikat seperti CAATSA maupun dari negara-negara Uni Eropa," kata Alman kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).

CAATSA adalah kependekan dari Countering America's Adversaries Through Sanctions Act.

Itu merupakan aturan yang disahkan pemerintahan AS ketika masih di bawah kepemimpinan Donald Trump. Lewat aturan ini, AS diketahui kerap memberikan sanksi kepada negara mitranya yang membeli alutsista dari Rusia.

Sebagai contoh, Indonesia pernah berencana mengganti pesawat tempur F-5 Tiger yang habis masa pakainya, dengan Su-35 Sukhoi dari Rusia. Namun, rencana itu terkendala CAATSA.

"Selain itu, pemerintah Indonesia seperti Kementerian Keuangan tidak ingin Indonesia terkena sanksi seperti CAATSA. Sanksi CAATSA entitas yang terlibat dalam perdagangan senjata dengan Rusia. Oleh karena itu, merupakan pilihan logis bagi Indonesia saat ini untuk tidak membeli senjata dari Rusia," ujar Alman.

Selain itu, lanjut Alman, kondisi geopolitik belakangan ini membuat Indonesia harus bersikap.

"Kondisi geopolitik saat ini menunjukkan bahwa persaingan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat versus China, dan Amerika Serikat versus Rusia, perlu dilihat dari kepentingan nasional Indonesia," kata Alman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com