JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan, penyemprotan dan penyiraman jalan dengan air untuk mengurangi polutan tidak efisien.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, penyemprotan air mungkin masih efektif dalam skala kecil di sektor industri.
Namun, untuk skala besar, hal itu belum terbukti efektif.
"Ini masih perdebatan. Kalau skala besar, ahli tidak menyarankan karena itu tidak efisien," kata Maxi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (28/8/2023).
Maxi menuturkan, langkah dalam mengurangi polutan harus tepat.
Jika menggunakan air maka air tersebut harus memenuhi ketentuan, seperti menggunakan air bersih dan curahnya harus tinggi.
"Syarat harus dipenuhi, seperti air yang disemprotkan harus bersih, curah air harus tinggi, dan tidak akan naik ke atas, sehingga sebaiknya tidak disarankan terkait penyemprotan," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan instruksi untuk mengurangi polusi udara menggunakan cara penyemprotan air.
Hal ini tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 22 Juli 2023.
Baca juga: Pemprov DKI Bakal Wajibkan Pengelola Gedung Pasang Water Mist untuk Atasi Polusi
Dalam salah satu poin instruksi, kepala daerah diminta agar melaksanakan pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau melalui sejumlah langkah.
Berikut ini langkah-langkahnya:
a. Mendorong penggunaan scrubber pada kendaraan bermotor.
b. Pelarangan pembakaran sampah oleh masyarakat secara terbuka.
c. Pengendalian polusi dari aktivitas konstruksi.
d. Penyiraman jalan untuk mengurangi debu.