JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek menara base transceiver station (BTS) 4G yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dinilai terlalu dipaksakan.
Hal itu disampaikan oleh ketua majelis hakim perkara dugaan korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G, Fahzal Hendri kepada mantan Senior Manajer Implementasi Bakti Kemenkominfo, Erwien Kurniawan.
Erwien dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk terdakwa eks Menkominfo, Johnny G Plate; Direktur Utama (Dirut) Bakti, Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto.
Awalnya, hakim Fahzal mendalami pengetahuan Erwien soal pembayaran 100 persen yang sudah dilakukan oleh Bakti sebelum proyek BTS 4G ini selesai seluruhnya.
Baca juga: Saksi Ungkap Proyek BTS 4G Sudah Dibayar Sebelum Dikerjakan, Konsorsium Kembalikan Rp 1,7 Triliun
"Saudara tahu tanggal 31 Desember 2021, yang untuk proyek 4.200 (tower BTS 4G) itu sudah dibayarkan 100 persen?" tanya Hakim Fahzal dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2023).
"Saya tahu," kata Erwien.
Kemudian, Hakim Fahzal mengumpamakan pembangunan proyek dengan anggaran negara ini seperti seorang ayah yang sayang dengan anaknya. Sebab, pembangunan tidak terjadi meski kontrak proyek tower BTS 4G itu telah diperbarui berulang-ulang.
"Dibayarkan 100 persen Pak dana dari negara, ini modal, ini pembayaran pekerjaanmu, dibayarkan. Ibarat bapak sama anak, nih 'Nih nak selesaikan. Selesaikan Rp 11,8 triliun'. 'Ndak selesai Pak'. Diperpanjang 31 Maret 2022, ndak juga (selesai)," kata Hakim Fahzal.
"Bapaknya masih sayang, sayang sama anak ini. Sudah lah perpanjang lagi. Penyelesaian pekerjaan namanya. April 2022 sampai 31 Desember 2022, ndak selesai juga," ujar Hakim menganalogikan proyek tersebut.
Baca juga: Keterangan Eks Anak Buah Johnny G Plate Dianggap Tak Jelas, Hakim: Jadikan Tersangka Sajalah
Hakim Fahzal juga mengibaratkan perpanjangan kontrak proyek BTS 4G yang terus diperpanjang tanpa kepastian penyelesaian proyek sama halnya seperti mahasiswa yang di-drop out (DO).
Para pejabat yang diberikan amanat untuk mengelola uang negara itu pun dinilai tidak memiliki semangat nasionalisme untuk membangun proyek strategis nasional tersebut.
"Ibarat orang kuliah, lah DO, enggak ada lagi itu. DO lah itu. Lah mahasiswa DO itu Pak. Lah habis masa waktunya. Jelas? Gitu lho pak. Kenapa itu terjadi? Karena di dalam pelaksanaan di lapangan itu tak ada merah putih di sininya (menunjuk ke dada). Tahu? itu masalahnya," kata Hakim Fahzal.
"Yang terjadi seperti itu, termasuk Saudara itu. Saudara mungkin bekerja ya enggak bisa full Pak pada waktu itu, kita tahu lah keadaannya. Tapi bagaimana? Kontrak sudah ditandatangani, kita harus laksanakan itu. Apa alasannya tidak selesai itu? Apa? Sampai 31 Desember 2022. Kenapa tidak selesai? Cari alasan, pikir, pikir, itu pelit hati," sentil Hakim kemudian.
Baca juga: Saksi Sebut Eks Sespri Johnny G Plate Terima Uang Rp 500 Juta Per Bulan dari Eks Dirut Bakti
Setelah hakim menyampaikan keprihatinannya, Erwien pun mengakui bahwa penyelesaian 4.200 menara BTS dalam waktu delapan bulan bukanlah pekerjaan yang mudah.
"Jadi perencanaan untuk menyelesaikan proyek 4.200 dalam masa kurang dari 1 tahun itu sangat sulit, Yang Mulia," kata Erwien.