Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Wacana Amendemen UUD 1945 Tidak Boleh Mendekati Pemilu

Kompas.com - 17/08/2023, 17:48 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) Fahri Hamzah mengatakan, wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak boleh dikeluarkan menjelang pemilihan umum (Pemilu).

Hal itu disampaikan Fahri merespons pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo yang mengusulkan amendemen UUD 1945.

“Memang tidak boleh amendemen itu dikaitkan dengan proses Pemilu dan mendekati proses Pemilu, karena sebuah amendemen memerlukan suasana yang tenang agar tidak dibebani oleh misi-misi yang partisan dan berjangka pendek,” kata Fahri Hamzah saat dihubungi, Kamis (17/8/2023).

Fahri mengatakan, amendemen merupakan kerja kenegaraan yang harus dipahami oleh seluruh elemen masyarakat. Sebab, berimplikasi pada perubahan konstitusi.

“Jadi harus dilakukan pada masa tenang di pemerintahan yang akan datang,” ujar Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.

Baca juga: Mahfud: Kalau Kita Tak Punya Komitmen Tegakkan Konstitusi, Amendemen Selesai Dikritik Lagi

Namun, di sisi lain, Fahri mengatakan bahwa amendemen kelima merupakan sebuah keniscayaan.

Amendemen kelima memang sebuah keniscayaan setelah lebih dari 20 tahun kita melaksanakan konstitusi pasca-amendemen keempat,” kata Fahri Hamzah.

“Kita menyadari bahwa pasti ada yang tidak sempurna dalam amendemen sebelumnya. Tetapi memang tidak boleh amendemen itu dikaitkan dengan proses pemilu,” ujar mantan staf ahli MPR tersebut.

Sebagaimana diketahui, Indonesia akan menggelar Pemilu pada 2024. Tepatnya, pada 14 Februari 2024.

Diberitakan sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan adanya amendemen UUD 1945 dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu kemarin.

Baca juga: Bamsoet Usul Amendemen UUD 1945, Mahfud: Silakan Saja, Itu Hak Setiap Orang

Bamsoet, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa ada sejumlah aturan yang perlu direvisi melalui amendemen konstitusi. Salah satunya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet.

Bamsoet mengatakan, dengan kedudukannya saat ini, MPR tak dapat membuat ketetapan untuk melengkapi kekosongan dalam konstitusi.

Padahal, menurutnya, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi.

Baca juga: Soal Wacana Amendemen UUD 1945, Mahfud: Boleh Saja jika Situasi Berubah, tapi...

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com