Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hendro Muhaimin
Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM

Bertugas sebagai Koordinator Pendidikan dan Pelatihan Pusat Studi Pancasila UGM dan Direktur Eksekutif Sinergi Bangsa

Pancasila, Demokrasi, dan Ujian Kebangsaan

Kompas.com - 16/08/2023, 13:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HITUNGAN mundur kontestasi Pemilu 2024 yang kurang dari satu tahun, diharapkan tidak mengendorkan komitmen kebangsaan kita, yaitu persatuan di atas kemanusiaan.

Nilai yang tertuang dalam Pancasila tersebut merupakan warisan terbaik para pendiri bangsa sebagai modal menuju demokrasi yang berkeadaban.

Atas nama demokrasi tidak boleh menjadi jurang pemisah persatuan dan tidak pula dibenarkan untuk merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Sudah menjadi keharusan bahwa Pemilu berfungsi sebagai perekat perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat majemuk.

Karena itu, demokrasi berdasar Pancasila menjadi sistem yang paling tepat untuk menyatukan keanekaragaman tersebut.

Pemilu harus menjadi alat pemersatu, karena tanpa pemilu, sangat mungkin muncul perpecahan, polarisasi yang tajam karena perbedaan ideologi, pandangan politik, kepentingan, dan lainnya.

Dengan pemilu, perbedaan tersebut bisa menyatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melihat sepintas penjelasan Abraham Diskin dkk melalui Why Democracies Collapse: The Reasons for Democratic Failure and Success (2005), telah melakukan studi pengujian demokrasi dengan melakukan penyelidikan terhadap 11 variabel yang menyebabkan runtuhnya demokrasi.

Studi tersebut menempatkan sistem kepartaian dan proporsionalitas sistem pemilu, berkorelasi erat dengan runtuhnya demokrasi pada suatu negara.

Di luar itu, ada variabel yang paling penting, yakni ekonomi yang gagal, sejarah tidak menguntungkan, ketidakstabilan pemerintah, dan keterlibatan asing.

Jika keempat variabel negatif ini muncul secara bersamaan, demokrasi hampir pasti akan runtuh. Namun jika hanya satu faktor yang melemahkan, maka sangat tidak mungkin menyebabkan keruntuhannya.

Konteks Indonesia, Pemilu 2024 nantinya sudah dipastikan akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

Kepastian ini diperoleh setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilu proporsional terbuka.

Putusan MK harus dihormati, agar variabel lain tidak turut melemahkan daya demokrasi yang sedang berjalan, seperti pandangan Abraham Diskin di atas.

Lantas, bagaimana dengan variabel lainnya? Kegaduhan ternyata masih berlanjut, akibatnya sebagian masyarakat merasa pesimistis pada praktik demokrasi ke depan.

Melihat itu semua, sudah saatnya kita untuk kembali menengok sejauh mana ujian kebangsaan kita.

Memilih jalan demokrasi

Perlu diketahui bahwa keputusan untuk memilih jalan demokrasi merupakah keputusan yang tidak mudah.

Apalagi untuk menumbuhkan rasa kegairahan berdemokrasi di tengah-tengah keragaman dan persoalan yang begitu kompleks.

Belajar pada praktik pemilu lalu, masyarakat dihadapkan pada perpecahan, polarisasi yang tajam, perang opini tidak logis, ujaran kebencian, isu-isu SARA, hoaks membabi buta, dan berujung irasionalitas.

Belum lagi kita tidak cukup mampu menahan gempuran nilai luar yang selaras dengan pengaruh dinamika demokrasi global, seringkali kerangsek, dan merusak tatanan nilai lama yang ada.

Pada akhirnya, terjadilah dekadensi nilai yang berdampak terhadap runtuhnya nilai-nilai kebangsaan.

Tokoh generasi kedua Mazhab Frankfurt, Jurgen Habermas, menjelaskan bahwa demokrasi harus selalu memadukan dua hal penting dalam kehidupanya “the quality of discourse” dan “the quantity of participation”.

Praktik partisipasi yang besar dan luas tanpa kualitas wacana yang kokoh akan menghasilkan demokrasi yang nir-identitas.

Sebaliknya, terlalu kokoh kualitas wacana politik tanpa partisipasi politik warga negara, demokrasi akan digenggam oleh segelintir para ahli.

Pernyataan ini dikuatkan pula oleh dua Profesor Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt melalui How Democracies Die (2018), menjelaskan adanya norma yang menjadi “pagar” dalam praktik demokrasi.

“Pagar” yang dimaksud berupa norma yang tertulis, berbentuk konstitusi, dan norma yang tidak tertulis, berupa kode etik bersama.

Dalam konteks Indonesia, kita tidak perlu jauh mencari di mana “pagar” yang dimaksud, tidak terkecuali itu adalah Pancasila.

Maka, disinilah perlunya memandu langkah-langkah demokrasi untuk setidaknya mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari ideologi yang kita miliki, yakni Pancasila.

Menjadi keharusan bahwa pelaksanaan Pemilu bukan ajang untuk meruntuhkan demokrasi yang telah dibangun lama oleh bangsa kita, melainkan menjadi momentum untuk menjadi bangsa yang optimistis dan bangsa pemenang.

Untuk itu dalam ujian kebangsaan ini, kesadaran bersama perlu digugah kembali bahwa eksistensi demokrasi yang kokoh dalam suatu negara bangsa sesungguhnya karena adanya komitmen bersama.

Proses pemanduan ini, terutama dilakukan oleh segenap warga masyarakat melalui kontrol dan masukan kritis dan cerdas dalam rangka 'menyelamatkan' krisis kepercayaan terhadap ideologi Pancasila sebagai roh demokrasi di era saat ini.

Komitmen kebangsaan

Bicara demokrasi yang mengarusutamakan Pancasila tidak boleh hanya terhenti pada gagasan ideologisnya, melainkan bagaimana ideologi itu bekerja.

Bagaimana sila-sila Pancasila diterjemahkan dalam pengambilan kebijakan dalam mengarusutamakan daulat rakyat. Tidak boleh kontestasi Pemilu membawa pada terbelahnya masyarakat dan mundurnya nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita kembali melakukan permenungan mendalam akan nasib eksistensi bangsa kita ke depan.

Dengan mengetahui perjalanan bangsa ini, sudah sepatutnya jika kita membuka lembar-lembar historisitas yang mampu men-trigger nilai-nilai kebangsaan ini demi menjaga adab demokrasi.

Berkaca pada pengalaman Pemilu sebelumnya setidaknya telah membawa bangsa ini lolos dari cobaan demokrasi. Meski banyak orang sempat memprediksikan chaos, nyatanya dengan mulus telah bisa kita lalui, tentu bukan berarti tanpa cobaan.

Sejak awal harus disadari bahwa setiap kontestasi politik seperti pemilu, niscaya akan penuh dengan berbagai strategi dan intrik politik.

Namun, melihat demokrasi kita yang telah matang dan juga modal sosial kita yang memiliki akar keindonesiaan kuat, kita yakin akan bisa melewati Pemilu dengan damai.

Sampai sini, variabel runtuhnya demokrasi yang diuji oleh Abraham Diskin dkk, setidaknya telah terjawab, bahwa praktik demokrasi yang kita jalankan terbukti kuat.

Untuk itu, tugas kita semua adalah menjaganya. Menjaga kedaulatan negara adalah salah satu bentuk komitmen warga negara yang paling utama untuk menjaga kontinuitas dalam menabur kebaikan dan nilai-nilai keindonesiaan.

Untuk mewujudkan ini, komitmen bersama ini harus dilandaskan pada komitmen kebangsaan dengan praktik konsistensinya tanpa ragu kepada keutuhan dan persatuan bangsa di atas kemanusiaan.

Di sinilah perlunya membangun komitmen untuk ber-Pancasila dengan menggerakkan moral kolektif nasional.

Penyadaran kembali terhadap segala tantangan bangsa dan penegasan kembali Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.

Menjadi keharusan bahwa Indonesia Emas, tahun 2045, dan tahun-tahun yang akan datang adalah momentum untuk menjadi bangsa yang optimistis dan bangsa pemenang.

Komitmen ini harus tetap menyala di bawah kesadaran bahwa proses menjadi bangsa adalah perjalanan panjang yang tak pernah selesai.

Semoga demokrasi tidak lagi dibahas jauh dengan Pancasila, dalam aturan-aturan yang sempit dan kotor, apalagi dibajak para petualang politik yang tidak bertanggung jawab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Nasional
Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Nasional
LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com