JAKARTA, KOMPAS.com - Molornya pengumuman dan pelantikan calon anggota terpilih Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota se-Indonesia dianggap bernuansa politis.
Padahal, proses seleksi calon anggota baru periode 2023-2028 itu sudah selesai di tingkat provinsi. Bawaslu RI tinggal melakukan konfirmasi secara cepat atas nama-nama terpilih.
Namun, pengumuman yang semestinya terbit pada Sabtu (12/8/2023) tak kunjung muncul, bahkan sampai para komisioner lama mengakhiri masa jabatan mereka per 14 Agustus 2023.
Baca juga: Kekosongan Jabatan Bawaslu Kabupaten/Kota Se-Indonesia Diambil Alih Provinsi
Sejumlah pemantau pemilu dari unsur masyarakat sipil mencurigai adanya kepentingan politik di balik mundurnya pengumuman calon anggota terpilih ini.
"Prosesnya tidak dilaksanakan sesuai jadwal, tidak transparan alasan penundaan (tidak ada rasionalisasi), dan proses seleksi mendapatkan beberapa catatan publik. Tiga alasan itu menjadi pertanda publik bertanya, apakah ada konflik kepentingan," ujar Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita, kepada Kompas.com pada Rabu (16/8/2023).
Perempuan yang akrab disapa Mita itu mengingatkan, pengunduran semacam ini sebelumnya juga sudah pernah terjadi jelang penetapan nama-nama tim seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota.
Direktur Democracy And Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyampaikan kekhawatiran runtuhnya kepercayaan publik karena kecurigaan terhadap proses seleksi yang tidak transparan dan akuntabilitasnya dipertanyakan.
Baca juga: Pengumuman Ditunda, Jabatan Bawaslu Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia Kosong
Di samping itu, langkah Bawaslu RI menugasi Bawaslu provinsi untuk mengambil alih sementara kekosongan di tingkat kabupaten/kota juga dianggap cacat hukum.
Dalam penugasan yang termaktub di dalam surat nomor 565/KP.05/K1/08/2023 per 15 Agustus 2023, Bawaslu bersandar pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Masalahnya, di dalam Pasal 556 (3) UU Pemilu, disebutkan bahwa pengambilalihan semacam ini dilakukan apabila terjadi hal yang mengakibatkan Bawaslu kabupaten/kota tidak dapat melaksanakan tugasnya.
"Bagaimana unsur 'tidak dapat melaksanakan tugasnya' dapat terpenuhi, jika belum adanya penetapan terhadap personalia yang berwenang memegang mandat sebagai pelaksana tugas yang dimaksud?" kata Neni, Rabu.
Artinya, konteks dalam pasal tersebut dapat terlaksana jika dan hanya jika terdapat personalia Bawaslu kabupaten/kota yang tidak melaksanakan tugasnya karena sakit, terkena sanksi, atau alasan lainnya, sebagaimana diatur Pasal 99 UU Pemilu.
"Fakta saat ini, bukan karena Bawaslu kabupaten/kota tidak dapat melaksanakan tugasnya, namun karena belum dipilih dan dilantik secara tidak profesional, transparan, dan tidak mendasar secara hukum. Sehingga, hal tersebut tidak berlaku untuk keadaan penundaan pengumuman seleksi yang belum ada komisionernya," papar Neni.
"Bentuk tindakan yang bernuansa koruptif dan politis inilah yang merugikan masyarakat secara konstitusional atas hak kepastian hukum," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Kabupaten/kota Seluruh Indonesia Tanpa Komisioner, Pengawasan Daftar Caleg Apa Kabar?
Sebelumnya diberitakan, Bawaslu RI menunda pengumuman dan pelantikan calon anggota terpilih Bawaslu kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia.