JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menilai bahwa MPR RI mestinya dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara.
Hal ini ia sampaikan ketika berpidato di hadapan presiden, wakil presiden, dan para pejabat negara lainnya dalam Sidang Tahunan MPR 2023, Rabu (16/8/2023).
“Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet, demikian sapaan akrabnya, di Gedung Kura-kura Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Baca juga: Pantun Bamsoet di Depan Jokowi: Ganjar, Prabowo, atau Anies, Pembangunan Harus Dilanjutkan
Bamsoet mengatakan, dengan kedudukannya saat ini, MPR tak dapat membuat ketetapan untuk melengkapi kekosongan dalam konstitusi.
Padahal, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi. Dalam situasi demikian, tidak ada presiden dan wakil presiden yang terpilih dari produk pemilu.
Contoh tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya demikian.
“Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?” ucap Bamsoet.
“Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” lanjutnya.
Baca juga: Ketua MPR Minta Pertahanan Indonesia Ditata Ulang Menyesuaikan Zaman
Sebelum konstitusi diubah, kata Bamsoet, MPR dapat menerbitkan ketetapan yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kekosongan konstitusi.
Namun, setelah amendemen UUD 1945, masalah-masalah demikian belum ada jalan keluar konstitusionalnya.
Sementara, merujuk ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan.
Baca juga: Ini Alasan SBY dan AHY Tak Hadiri Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI
Kewenangan ini guna mengatasi dampak dari suatu keadaan fiskal maupun politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar.
Atas alasan-alasan itulah, Bamsoet mendorong MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
“Hal itu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua sebagai warga bangsa,” tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.