Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPO KPK Dapat "Permanent Resident" di Negara Lain, Guru Besar UI: Ada Surga Pelarian Kejahatan Kerah Putih

Kompas.com - 15/08/2023, 05:47 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyebut, daftar pencarian orang (DPO) mendapatkan permanent resident dari negara tertentu bisa karena telah menggelontorkan investasi dalam jumlah besar.

Pernyataan ini Hikmahanto sampaikan saat dimintai tanggapan terkait DPO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Paulus Tannos yang mengantongi paspor dan Kirana Kotama yang mendapatkan permanent resident dari negara lain.

Baca juga: KPK Sebut DPO Kirana Kotama Dapat Permanent Resident dari Pemerintah Amerika

Menurut Hikmahanto, sejumlah negara tersebut mengabaikan apakah pihak yang bersangkutan merupakan pelaku tindak pidana.

“Tanpa dia (negara tersebut) melihat apakah orang ini sedang di dalam pencarian atau tidak. Itu yang namanya negara tax haven country,” kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (14/8/2023).

“Jadi negara surga bagi para pelarian kejahatan kerah putih,” tambahnya.

Hikmahanto mengatakan, dalam fenomena DPO yang kabur keluar negeri, biasanya mereka melarikan ‘orang’ atau harta kekayaannya.

Tindakan semacam ini tidak hanya dilakukan di negara-negara miskin. Beberapa negara kaya juga diketahui menjadi tax haven country.

“Swiss juga dianggap sebagai di negara seperti itu. Singapura dulu, sekarang Singapura agak hati-hati saja sekarang,” ujarnya.

Akan tetapi, Hikmahanto menampik terdapat negara-negara yang menjual paspor untuk para buron.

Baca juga: DPO KPK Kirana Kotama Dapat Permanent Resident Negara Lain

 

Menurutnya, yang marak adalah pemberian permanent resident dan status kewarganegaraan. Itupun banyak terjadi pada masa bertahun-tahun silam.

Negara-negara tersebut, kata dia, tidak mempermasalahkan asal-usul uang yang diinvestasikan, apakah hasil pencucian uang atau tidak.

Negara yang jadi surga pelaku kejahatan kerah putih itu biasanya tidak tergabung dalam organisasi antarpemerintah Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang (Financial Action Task Force/FATF).

“Dia enggak mempermasalahkan sebenarnya, yang penting uang datang, uang itu hasil pencucian uang atau enggak,” tutur Hikmahanto.

Baca juga: KPK Sebut DPO KPK Kirana Kotama Dapat Perlindungan dari Negara Lain

Sebagai informasi, keberadaan DPO KPK belakangan menjadi sorotan setelah Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Krishna Murti menyebut buron Harun Masiku diduga berada di Indonesia.

Selain itu, ia juga menyebut terdapat DPO KPK yang diduga status kewarganegaraannya telah berubah.

Terkait hal ini, KPK menyebut Harun Masiku diduga kabur ke luar negeri melalui jalur tikus sehingga tidak terdeteksi di data lalu lintas Imigrasi.

Sementara, Kirana Kotama disebut mendapatkan status permanent resident dari Amerika Serikat.

Adapun Paulus Tannos diduga mengantongi paspor dan status kewarganegaraan dari salah satu negara di Afrika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com