JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suharto menyebut bahwa putusan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan kubu Moeldoko atas kepengurusan Partai Demokrat merupakan putusan terakhir. Sebab, dia menambahkan, PK tidak bisa diajukan dua kali.
"Prinsipnya di UU MA diatur, di UU Kekuasaan (Kehakiman) diatur, PK itu tidak dimungkinkan dua kali. Hanya satu kali," ujar dia dalam jumpa pers, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: Kejutan Putusan Tolak PK Moeldoko di Hari Ulang Tahun AHY...
Pengajuan PK untuk kali kedua hanya dimungkinkan apabila terdapat dua putusan yang saling bertentangan.
"Jadi, ruangnya sempit sekali. PK tidak ada upaya hukum atau 'PK di atas PK'," ucap Suharto.
Sebelumnya, putusan tolak PK Moeldoko dkk ini diketuk palu oleh MA pada Kamis (10/8/2023).
MA menyebut bahwa sengketa partai politik besutan Agus Harimurti Yudhoyono itu merupakan urusan internal yang bukan merupakan ranah mereka untuk memutus.
"Pada hakikatnya, sengketa a quo merupakan masalah penilaian keabsahan kepengurusan Partai Demokrat, antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi sehingga merupakan masalah internal Partai Demokrat," kata Suharto membacakan pendapat majelis hakim, dalam jumpa pers yang digelar pada Kamis (10/8/2023).
"Harus diselesaikan terlebih dahulu melalui Mahkamah Partai Demokrat sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik," ia menambahkan.
Suharto menyebutkan bahwa sampai gugatan PK Moeldoko didaftarkan ke MA, mekanisme melalui Mahkamah Partai Demokrat belum ditempuh oleh Moeldoko dkk.
"Novum yang diajukan para pemohon Peninjauan Kembali tidak bersifat menentukan, sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi," ujar dia.
Baca juga: MA Tolak PK Moeldoko soal Partai Demokrat
Diketahui, MA sebelumnya menolak kasasi kubu Moeldoko atas keputusan pemerintah yang menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang pada 5 Maret 2021.
Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly juga telah menyiapkan kontra memori setelah kubu Moeldoko mengajukan PK atas kasasi di MA. Kontra memori atas PK kubu Moeldoko disiapkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.
"Ya nanti akan kita buatlah, itu urusan Dirjen AHU itu," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Yasonna menjelaskan, PK yang diajukan kubu Moeldoko sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Untuk itu, Menkumham mengingatkan semua pihak untuk menaati proses hukum yang berlaku.
"Ya sesuai ketentuan hukum yang berlaku, kita harus taat hukum, ini negara hukum," ujar Yasonna.
Sejalan dengan itu, Yasonna juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ikut campur dalam urusan yang menyangkut keabsahan kepengurusan Partai Demokrat.
"Itu aturan hukum, hak, dan saya tidak mau (ikut) campur karena terbuka, kami jawab. Itu soal norma saja itu," ungkap dia.
Baca juga: Luhut Sebut AHY Kampungan, Demokrat: Lebih Baik Sarankan Pak Jokowi Reshuffle Moeldoko
Sebagai informasi, Ketua Umum Partai Demokrat AHY mengungkapkan bahwa Moeldoko masih berupaya 'merebut' Partai Demokrat. Ia menyebut Moeldoko dan mantan politikus Demokrat Jhoni Allen Marbun mengajukan PK ke MA terkait kepengurusan Partai Demokrat.
"Sebulan lalu, tepatnya tanggal 3 Maret 2023, kami menerima informasi bahwa KSP Moeldoko, dan Jhoni Allen Marbun masih mencoba-coba untuk mengambil alih Partai Demokrat,” ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Ia menuturkan, PK tersebut merupakan langkah lanjutan dari putusan kasasi MA dengan perkara No.487 K/TUN/2022 yang diputus 29 September 2022.
Gugatan itu terkait pengesahan AD/ART Partai Demokrat hasil KLB yang menunjuk Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. AHY mengungkapkan, Moeldoko dkk mengeklaim telah menemukan empat bukti baru untuk mengesahkan kepemimpinannya.
"Kenyataannya, bukti yang dikirim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru. Keempat novum itu telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta,” ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.