Baliho sebagai produk di ruang publik sepantasnya menggunakan bahasa Indonesia yang taat asas dan kaidah.
Sudah sepatutnya pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan produk ruang publik memiliki kompetensi berbahasa Indonesia yang baik dan mumpuni.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pun sepertinya sudah mempersiapkan Tim Pengawas Penggunaan Bahasa Indonesia di ruang publik (badanbahasakemdikbud.go.id, 12/04/21).
Artinya, para pengawas ini tentunya akan melakukan patroli penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, tidak terkecuali bahasa yang digunakan di baliho-baliho para caleg.
Tujuan diperkuatnya sentripetal force ini satu di antaranya adalah mendukung upaya pemartabatan bahasa Indonesia di ruang publik.
Selain itu, adanya sentripetal force juga mempermudah masyarakat dalam berkomunikasi di tengah kebhinekaan suku dan ras yang dimiliki bangsa ini.
Memang, baliho dengan penambahan bahasa daerah ditujukan untuk dipasang di daerah asal bahasa tersebut. Namun tidak semua masyarakat di daerah sasaran merupakan penutur bahasa yang sama.
Penggunaan bahasa daerah dalam baliho “dhateng bapak Anies Baswedan lebeting pencalonan Presiden 2024, Kita Nyengkuyung Rekomendasi DPW Partai Nasdem Provinsi DI Yogyakarta", misalnya, tentu menyebabkan pembaca yang notabene tidak berasal dari suku Jawa mengalami kesulitan memahami baliho tersebut.
Harapan pembuat baliho, tokoh yang sedang di-promosikannya tidak hanya akan dipilih oleh masyarakat yang berdomisili di Yogyakarta, bukan? Mengingat calon yang diusung merupakan calon untuk presiden 2024 kelak.
Sama halnya dengan baliho “Prabowo-Erick Capres-Cawapres 2024, Ayeuna Tos Waktosna.” Apakah pembuat baliho kedua calon tersebut hanya akan dipilih oleh masyarakat Bogor saja?
Atau baliho “2024 Menang Spektakuler Hattrick, Holopis Kuntul Baris, DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah" untuk Puan Maharani hanya ditujukan bagi masyarakat Jawa Tengah?
Di sisi lain, penggunaan bahasa daerah tertentu pada ruang publik, dalam kasus baliho, bisa saja menimbulkan anggapan bahwa seolah-olah daerah tersebut memberikan dukungan penuh untuk calon yang mereka usung.
Padahal, dukungan tersebut belum tentu mewakili suara keseluruhan masyarakat, kan? Akan lebih netral bila baliho menggunakan bahasa sesuai kaidah, yakni bahasa Indonesia guna meminimalisasi anggapan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.