Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Korupsi, Rekayasa Bahasa, dan Bahasa Alam

Kompas.com - 03/08/2023, 08:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KINI korupsi makin canggih. Mengintip dan menyergap siapa saja, baik penyelenggara negara maupun kalangan lain.

Ajaran agama, filsafat, kearifan lokal, teori-teori sosial dan kemanusiaan seperti tak berdaya untuk menghentikannya.

Yang membuat kita terkesima dan makin prihatin bukan cuma pelaku dan besarannya, tapi modus, cara, dan teknologinya.

Yang dicuri dan diselewengkan bukan lagi uang recehan, atau korupsi skala kecil-kecilan, atau korupsi biasa. Namun, sudah “mega” atau bahkan “giga-korupsi”.

Caranya sangat canggih, di antaranya melalui rekayasa bahasa. Memang tak ada peristiwa berlangsung tanpa bahasa. Termasuk korupsi.

Coba lihat yang baru saja heboh di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto tersandung kata “dako”.

Mereka diduga melakukan korupsi lantaran kata “dako” yang merupakan singkatan dari “dana komando”.

Ternyata kata “dako” juga menjerat sejumlah orang pada kasus pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 (Kompas.com, 7/11/2022).

Sebagian pembaca mungkin belum lupa istilah “apel malang” dan “apel washington”. Dua gabungan kata tersebut pernah menggegerkan jagad politik, karena menyeret nama terkenal saat itu, Angelina Sondakh.

Ternyata yang dimaksud “apel malang” bukan buah apel dari daerah Malang yang biasanya berwarna hijau kekuningan, melainkan mata uang rupiah.

Sementara yang dimaksud “apel washington” juga bukan buah apel dari Washington, Ibu Kota Amerika Serikat (AS), yang biasanya berwarna kemerahan, melainkan mata uang dollar AS.

Kata-kata tersebut dengan jelas menyembunyikan realitas. Begitu jauh makna leksikal dengan makna yang dibangun di kalangan penggunanya.

Coba buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tak akan ditemukan gabungan kata “dana komando” yang maksudnya pemberian suap kepada pejabat atas kegiatan tertentu. Karena pejabat yang dimaksud adalah militer, dipakailah istilah “komando”.

Di KBBI, juga di masyarakat bahasa Indonesia, tak ditemukan gabungan kata “apel malang” yang berarti mata uang rupiah. Pun “apel washington” yang bermakna mata uang dollar AS.

Tapi, begitulah bahasa, tak bebas dari kepentingan penggunanya. Pengguna dapat memproduksi bahasa sesuai selera dan kepentingannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa yang Menangani Kasus Ferdy Sambo Cs Meninggal Dunia

Jaksa yang Menangani Kasus Ferdy Sambo Cs Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com