JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memandang penanganan kasus dugaan suap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) secara koneksitas lebih menjamin persamaan di muka hukum.
Ghufron mengatakan, sejatinya KPK memandang penanganan kasus dugaan suap Kepala Basarnas secara koneksitas (bersama) maupun splitsing (pemecahan perkara) merupakan proses.
Sebab, secara prinsip, KPK ingin lima tersangka suap termasuk Kabasarnas ditangani sampai tuntas.
“Kalau disatukan itu tentu pasti penghukumannya, namanya oleh majelis yang sama, sehingga penghukumannya akan lebih equality (before the law),” kata Ghufron dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV yang tayang secara langsung pada Rabu (2/8/2023) malam.
Baca juga: Lika-liku Penetapan Tersangka Kepala Basarnas, Sempat Tegang, KPK-TNI Akhirnya Sepakat
Menurut Ghufron, jika dilakukan pemecahan perkara dalam kasus dugaan suap Kepala Basarnas, akan membuka kemungkinan terdakwa di sipil dan militer tidak mendapatkan hukuman yang sama.
Padahal, menurutnya, pelaksanaan peradilan tidak hanya memperhatikan prinsip cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Lebih dari itu, pelaksanaan peradilan juga harus melaksanakan asas equality before the law atau persamaan di muka hukum.
“Artinya, kalau kemudian di-split itu memungkinkan akan berbeda (penghukumannya),” ujar Ghufron.
Baca juga: Ketua KPK dan Panglima TNI Sepakat Joint Investigation, tapi Belum Koneksitas
Oleh karena itu, Ghufron mengatakan, KPK menginginkan kasus dugaan suap Kepala Basarnas ditangani secara koneksitas.
Sebab, mekanisme peradilan tersebut, di mana perkara disidangkan di peradilan umum oleh Jaksa KPK dan oditur militer serta hakim militer, bisa bisa lebih terbuka.
“Karena tentu itu yang akan memberikan keterbukaan bagi semua pihak,” kata Ghufron.
Sebelumnya, pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI akhirnya secara resmi menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan bawahannya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (25/7/2023) siang.
Baca juga: Teror Karangan Bunga ke Pimpinan KPK Usai Kepala Basarnas Tersangka, Sudah Dilaporkan ke Kapolri
Sementara itu, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama tiga orang swasta yang diduga menyuap Kepala Basarnas dan anak buahnya.
Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, serta Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil sebagai pemberi suap.
Dari tiga pihak swasta ini, Henri Alfiandi dan Afri diduga menerima suap Rp 5 miliar lebih.
KPK menduga, sejak 2021-2023, Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Afri menerima suap sekitar Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Saat ini, tiga orang dari pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka tersebut telah ditahan di Rutan KPK. Sementara itu, Henri Alfiandi dan Afri ditahan di Puspom TNI Angkatan Udara (AU).
Sampai saat ini, salah satu persoalan yang masih menjadi sorotan adalah apakah kasus itu akan ditangani secara koneksitas atau terpisah.
Baca juga: KPK Ingin Dugaan Suap Kabasarnas Ditangani Secara Koneksitas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.