Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Pegawai Kemenlu Protes Kebijakan Pembayaran Gaji Pokok yang Dinilai Diskriminatif

Kompas.com - 30/07/2023, 12:04 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kemlu (FLAPK) Kusdiana menyampaikan, ratusan pensiunan pegawai aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku mendapatkan perlakuan diskriminatif.

Mereka memprotes kebijakan Kemenlu yang dianggap tidak berlaku menyeluruh bagi seluruh pegawai setingkat ASN, yaitu soal pemberian hak gaji pokok dalam negeri.

Eks pegawai Kemenlu itu sebelumnya bertugas di perwakilan RI di luar negeri, tetapi hanya menerima tunjangan penghidupan luar negeri (TPLN).

Baca juga: Muncul Surat dari Eks Pegawai Kemenlu, Curhat Gaji Pokok yang Tak Dibayar

"Di lain pihak, PNS/ASN yang berasal dari instansi teknis atau pejabat atase teknis dan stafnya yang ditugaskan di perwakilan RI di luar negeri, selain menerima TPLN, juga tetap menerima hak atas gaji pokoknya di dalam negeri," kata Kusdiana dalam keterangan pers yang diterima, dikutip Minggu (30/7/2023).

Padahal, kata dia, seluruh ASN diatur oleh undang-undang (UU) yang sama.

Namun, menurut dia, hanya pejabat Kemenlu yang sedang ditugaskan di luar negeri, sedangkan hak gaji pokoknya di dalam negeri tidak dibayarkan.

"Dengan demikian telah terjadi adanya diskriminasi," imbuh dia.

Kusdiana menjelaskan bagaimana Kemenlu pernah mencoba menyelesaikan masalah hak gaji dengan mengeluarkan kebijakan baru.

Baca juga: Pakai Baju Hijau Bertuliskan Indonesia, Ganjar Hadiri Acara Ngopi Bareng Purnawirawan TNI/Polri

Kebijakan itu memberikan hak gaji PNS/ASN bagi pegawai yang berangkat atau ditugaskan ke perwakilan RI di luar negeri terhitung mulai 1 Januari 2013.

Namun, kebijakan itu tidak menyelesaikan masalah karena tidak berlaku menyeluruh.

"Sehingga terlihat diskriminatif terhadap para PNS/ASN Kementerian Luar Negeri yang pernah ditempatkan/ditugaskan di perwakilan RI luar negeri pada tahun-tahun sebelum 1 Januari 2013 yang umumnya sudah pensiun tetap tidak menerima hak gaji pokoknya dalam negeri yang menjadi haknya," ujar Kusdiana.

"Kami, bahkan diminta ikhlas. Kebijakan ini pun jelas merupakan keputusan yang diskriminatif," lanjut dia.

Menurut Kusdiana, pihaknya pernah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak dua kali mengenai hal ini melalui penasihat hukum.

Baca juga: Suara dan Harapan Kasus Kabasarnas Tak Menguap Akibat Polemik KPK-TNI

"Namun, sayang surat-surat kami tersebut tidak pernah mendapat tanggapan. Kami yakin, surat-surat tersebut tidak sampai kepada Bapak Presiden," yakin Kusdiana.

Tak sampai situ, FLAPK juga pernah mengadukan hal tersebut kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Pada mulanya, diakui Kusdiana, keluhan para eks pegawai Kemenlu ini mendapat tanggapan positif.

"Kami pernh diundang rapat untuk menggali permasalahan lebih detail. Namun sayang seiring banyaknya kasus yang ditemukan dan ditangani oleh Menko Polhukam, proses permasalahan kami mandek alias 'masuk angin'," ujar Kusdiana.

Kompas.com telah berupaya menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah untuk mengonfirmasi hal ini. Namun belum ada respons sampai berita ini ditayangkan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Hari Ini, Ganjar ke Samarinda, Mahfud Hadiri Pelantikan Guru Besar UI

Hari Ini, Ganjar ke Samarinda, Mahfud Hadiri Pelantikan Guru Besar UI

Nasional
Amnesty Internasional Sebut Dugaan Intimidasi Terhadap Butet Kartaredjasa Mengingatkan Masa Orde Baru

Amnesty Internasional Sebut Dugaan Intimidasi Terhadap Butet Kartaredjasa Mengingatkan Masa Orde Baru

Nasional
Hari Kesembilan Kampanye, Anies ke Bengkulu, Cak Imin Lanjutkan Safari di Aceh

Hari Kesembilan Kampanye, Anies ke Bengkulu, Cak Imin Lanjutkan Safari di Aceh

Nasional
Blunder Asam Sulfat Dalam Telaah Komunikasi

Blunder Asam Sulfat Dalam Telaah Komunikasi

Nasional
PKS Mengaku Tak Tahu Siapa Pengusul Gubernur DKI Ditunjuk Presiden di Draf RUU DKJ

PKS Mengaku Tak Tahu Siapa Pengusul Gubernur DKI Ditunjuk Presiden di Draf RUU DKJ

Nasional
Makan Siang Bareng Hendropriyono, Prabowo: Tukar Pikiran Politik Pertahanan

Makan Siang Bareng Hendropriyono, Prabowo: Tukar Pikiran Politik Pertahanan

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gibran Minta Maaf Salah Sebut Asam Folat | Pimpinan Yakin Ada Oknum yang Main Perkara di KPK

[POPULER NASIONAL] Gibran Minta Maaf Salah Sebut Asam Folat | Pimpinan Yakin Ada Oknum yang Main Perkara di KPK

Nasional
Tanggal 8 Desember Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Desember Memperingati Hari Apa?

Nasional
Singgung Kekhususan Daerah, Mahfud Tak Persoalkan RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Singgung Kekhususan Daerah, Mahfud Tak Persoalkan RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Nasional
Peringatan Hari HAM Sedunia 2023 Bertemakan Harmoni dalam Keberagaman

Peringatan Hari HAM Sedunia 2023 Bertemakan Harmoni dalam Keberagaman

Nasional
Di Hadapan Pimpinan Ponpes, Mahfud Janji Beri Perhatian Penuh pada Pesantren jika Terpilih

Di Hadapan Pimpinan Ponpes, Mahfud Janji Beri Perhatian Penuh pada Pesantren jika Terpilih

Nasional
Di Hadapan Pimpinan Ponpes dan Dewan Masjid, Hary Tanoe Klaim Said Aqil Dukung Mahfud

Di Hadapan Pimpinan Ponpes dan Dewan Masjid, Hary Tanoe Klaim Said Aqil Dukung Mahfud

Nasional
Hary Tanoe Sebut Parpol Pengusung Ganjar-Mahfud Tak Pernah Bahas Bagi-bagi Kekuasaan

Hary Tanoe Sebut Parpol Pengusung Ganjar-Mahfud Tak Pernah Bahas Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Soal Cegah Konflik Kepentingan, Ketua KPK Nawawi Singgung Sikap Eks Kapolri Hoegeng Tutup Toko Bunga Miliknya

Soal Cegah Konflik Kepentingan, Ketua KPK Nawawi Singgung Sikap Eks Kapolri Hoegeng Tutup Toko Bunga Miliknya

Nasional
Didakwa Terima Suap Rp 11 Miliar, Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bukti Nanti di Persidangan

Didakwa Terima Suap Rp 11 Miliar, Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bukti Nanti di Persidangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com