JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kemlu (FLAPK) Kusdiana menyampaikan, ratusan pensiunan pegawai aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengaku mendapatkan perlakuan diskriminatif.
Mereka memprotes kebijakan Kemenlu yang dianggap tidak berlaku menyeluruh bagi seluruh pegawai setingkat ASN, yaitu soal pemberian hak gaji pokok dalam negeri.
Eks pegawai Kemenlu itu sebelumnya bertugas di perwakilan RI di luar negeri, tetapi hanya menerima tunjangan penghidupan luar negeri (TPLN).
Baca juga: Muncul Surat dari Eks Pegawai Kemenlu, Curhat Gaji Pokok yang Tak Dibayar
"Di lain pihak, PNS/ASN yang berasal dari instansi teknis atau pejabat atase teknis dan stafnya yang ditugaskan di perwakilan RI di luar negeri, selain menerima TPLN, juga tetap menerima hak atas gaji pokoknya di dalam negeri," kata Kusdiana dalam keterangan pers yang diterima, dikutip Minggu (30/7/2023).
Padahal, kata dia, seluruh ASN diatur oleh undang-undang (UU) yang sama.
Namun, menurut dia, hanya pejabat Kemenlu yang sedang ditugaskan di luar negeri, sedangkan hak gaji pokoknya di dalam negeri tidak dibayarkan.
"Dengan demikian telah terjadi adanya diskriminasi," imbuh dia.
Kusdiana menjelaskan bagaimana Kemenlu pernah mencoba menyelesaikan masalah hak gaji dengan mengeluarkan kebijakan baru.
Baca juga: Pakai Baju Hijau Bertuliskan Indonesia, Ganjar Hadiri Acara Ngopi Bareng Purnawirawan TNI/Polri
Kebijakan itu memberikan hak gaji PNS/ASN bagi pegawai yang berangkat atau ditugaskan ke perwakilan RI di luar negeri terhitung mulai 1 Januari 2013.
Namun, kebijakan itu tidak menyelesaikan masalah karena tidak berlaku menyeluruh.
"Sehingga terlihat diskriminatif terhadap para PNS/ASN Kementerian Luar Negeri yang pernah ditempatkan/ditugaskan di perwakilan RI luar negeri pada tahun-tahun sebelum 1 Januari 2013 yang umumnya sudah pensiun tetap tidak menerima hak gaji pokoknya dalam negeri yang menjadi haknya," ujar Kusdiana.
"Kami, bahkan diminta ikhlas. Kebijakan ini pun jelas merupakan keputusan yang diskriminatif," lanjut dia.
Menurut Kusdiana, pihaknya pernah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak dua kali mengenai hal ini melalui penasihat hukum.
Baca juga: Suara dan Harapan Kasus Kabasarnas Tak Menguap Akibat Polemik KPK-TNI
"Namun, sayang surat-surat kami tersebut tidak pernah mendapat tanggapan. Kami yakin, surat-surat tersebut tidak sampai kepada Bapak Presiden," yakin Kusdiana.
Tak sampai situ, FLAPK juga pernah mengadukan hal tersebut kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Pada mulanya, diakui Kusdiana, keluhan para eks pegawai Kemenlu ini mendapat tanggapan positif.
"Kami pernh diundang rapat untuk menggali permasalahan lebih detail. Namun sayang seiring banyaknya kasus yang ditemukan dan ditangani oleh Menko Polhukam, proses permasalahan kami mandek alias 'masuk angin'," ujar Kusdiana.
Kompas.com telah berupaya menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah untuk mengonfirmasi hal ini. Namun belum ada respons sampai berita ini ditayangkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.