JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana menghapus nama Daendels dari sejarah jalan utara Jawa.
Penghapusan ini seiring dengan langkah pemerintah yang akan memperbaiki jalan rusak di kawasan utara Jawa.
Tak tanggung-tanggung, pemerintah telah mengucurkan dana Rp 32,7 triliun untuk memperbaiki jalan rusak daerah, termasuk jalan di utara Jawa.
Adapun rencana perbaikan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah.
Melalui Inpres tersebut, pemerintah ingin menghapus nama Daendels yang selama ini dikenal sebagai pelopor pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 kilometer.
"Itu bisa selesai dengan dana Inpres (sekitar) Rp 32 triliun (yang menghubungkan seluruh kawasan itu (utara Jawa). Nah, itu mari kita hapus Daendels dari negara Indonesia Raya," kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Sewindu PSN di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Lantas, siapa sosok Daendels dan seperti apa sejarah Jalan Raya Anyer-Panarukan? Berikut ulasannya:
Ia mengisi jabatan Gubernur Hindia Belanda ke-36 atas kuasa dari Louis Napoleon, ketika Belanda sedang dikuasai Perancis.
Tugas Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris.
Ketika menjalankan tugasnya, ia memerintah Indonesia dengan sistem kediktatoran dan dikenal kerap menerapkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
Baca juga: Berencana Hapus Nama Daendels dari Sejarah Jalan Utara Jawa, Pemerintah Kucurkan Rp 32,7 Triliun
Selain itu, ia juga menerapkan kebijakan dalam berbagai bidang, yang kemudian sangat memengaruhi kehidupan rakyat Indonesia.
Antara lain, membatasi pengaruh kekuasaan kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat dan membagi Pulau Jawa menjadi 23 keresidenan.
Lalu, kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional daerah diubah menjadi pegawai di bawah pemerintah kolonial dan membagai wilayah Jawa bagian timur menjadi 5 prefektur (setingkat provinsi) yaitu Surabaya, Sumenep, Rembang, Pasuruan, Gresik.
Kemudian, mengisi tentara Belanda dengan orang-orang pribumi, membangun rumah sakit dan barak-barak militer, dan membangun pabrik senjata dan sekolah militer.
Jalan Raya Anyer-Panarukan dikenal sebagai jalur pantai utara yang biasa digunakan untuk mudik. Dulunya, jalan tersebut dikenal dengan sebutan Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels.
Sebagian besar jalan ini melalui pantai, beberapa bagian lainnya melewati pegunungan, dan hutan untuk menghindari daerah rawa dan perairan.
Proses pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan menggunakan sistem kerja paksa, di mana para pekerjanya dipaksa bekerja tanpa diberi upah, bahkan sampai timbul korban jiwa.
Adapun jalan raya ini tidak dibangun seluruhnya dari Anyer sampai Panarukan. Beberapa jalan telah dibangun, sehingga Daendels hanya memperlebar.
Baca juga: Nama Daendels Akan Dihapus dari Sejarah Jalan di Utara Jawa
Beberapa jalan yang diperlebar antara lain Jalan Anyer-Batavia dan Pekalongan-Surabaya.
Barulah setelah Buitenzorg (Bogor), dibangun jalan menuju Cisarua dan seterusnya sampai Sumedang, yang masih terbentur kondisi alam, yaitu batu cadas.
Pembangunan resmi dimulai pada Mei 1808. Pembangunan jalan raya ini juga sebagai awal mula modernisasi di Jawa.
Pasalnya, Jalan Raya Anyer-Panarukan menjadi jalur ekonomi utama yang menghubungkan berbagai kota besar dan menjadi jalan utama di berbagai kota di Pulau Jawa.
Hal inilah yang menyebabkan uang upah tersebut tidak sampai kepada para pekerja pembangunan jalan, yang kemudian berdampak pada gugurnya banyak pekerja.
Salah satu contohnya adalah di daerah Jawa Tengah, yang dilakukan sistem upah. Deandels memerintahkan para bupati menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu.
Dari pekerja yang sudah disiapkan tersebut, masing-masing akan dibayar 10 sen ditambah beras dan jatah garam setiap minggu.
Namun sayangnya, catatan pembayaran dari bupati ke para pekerja tidak pernah ada, baik dalam arsip sejarah Indonesia, Belanda, maupun Perancis.
Pada 1808, dana 30.000 gulden yang disiapkan Daendels untuk membayar tenaga kerja habis, sehingga tidak ada dana lagi untuk pembangunan proyek jalan. Hal itulah yang kemudian menjadi penyebab adanya kerja paksa tanpa upah.
Referensi:
(Penulis: Lukman Hadi Subroto, Verelladevanka Adryamarthanino, Suhaiela | Editor: Widya Lestari Ningsih, Hilda B Alexander)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.